Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Ekonomi Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU Zulfirmansyah membeberkan lima e-commerce yang memiliki pertambahan pengikut media sosial Instagram paling tinggi di Indonesia. Data ini diambil pada rentang kuartal II 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ini kami lihat karena sosial media memegang peranan penting dalam transaksi yang terjadi di marketplace. Marketplace tidak bisa stand alone,” ujarnya dalam diskusi virtual, Kamis, 4 Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Firman mengatakan posisi pertama ditempati Shopee dengan pertambahan pengikut Instagram sebanyak 3,57 juta. Sementara itu posisi kedua diduduki Blibli dengan pertambahan user mencapai 2,51 juta.
Selanjutnya di posisi ketiga terdapat marketplace Tokopedia yang memiliki jumlah pertambahan pengikut sebesar 2,06 juta. Sementara itu Lazada memiliki pertambahan pengikut sebanyak 1,89 juta dan terakhir, Hijup, sebanyak 1,67 juta.
Berdasarkan analisis intertemporal sejak kuartal IV 2018 hingga kuartal II 2020, Shopee, Tokopedia, Lazada, dan Hijup menurut Firman, konsisten berada di posisi empat besar toko online dengan pengikut Instagram terbanyak. “Kecuali pada kuartal II 2020, posisi Hijup turun ke posisi lima karena digantikan oleh Blibli,” ucapnya.
Adapun selama dua tahun terakhir, Firman mengatakan telah terjadi kenaikan 50 persen jumlah pengikut Instagram yang berlangganan dan bertransaksi di marketplace. Dari 50 marketplace yang terdaftar di Indonesia, ia menghitung jumlah total pengguna Instagram yang mengikuti akun perusahaan toko online mencapai 44,63 juta.
Ketua Majelis Komisi KPPU Ukay Karyadi mengatakan pasar ekonomi digital di Indonesia tercatat mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Hal ini ditunjukkan dengan aksi akusisi atau merger yang dilakukan perusahaan dalam dua tahun terakhir.
Ukay menerangkan, pada 2019, terdapat tujuh perusahaan yang memberikan notifikasi merger. “Lalu pada 2020 naik menjadi 12 meski sedang pandemi,” katanya.
Menurut Ukay, dengan perkembangan yang ada, isu pasar digital menjadi menarik karena saat ini otoritas masih kesulitan dalam menyelidiki pasar bersangkutan. Misalnya, telah terjadi penguasaan di pasar marketplace meski posisinya masih selalu berubah-ubah. Karenanya perlu pengawasan yang ketat dari regulator.
Persoalan ini bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di luar negeri. “Karena pasar digital (e-commerce) tidak terikat ruang dan waktu. Makanya kami memandang perlu melakukan studi untuk mengetahui atau setidaknya menjadi bahan supaya ada peraturan yang mendefinisikan pasar bersangkutan di ekosistem digital,” kata Ukay.