Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Lima tahun sudah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menahkodai negeri ini. Tak terasa, 5 tahun Jokowi sudah menjadi CEO Indonesia, yang banyak dikenang dengan semangatnya untuk menggeber pembangunan infrastruktur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Di periode I pemerintahan Jokowi, pembangunan infrastruktur memang menjadi fokus dan perhatian utama. Bahkan, kata infrastruktur seperti sudah melekat pada citra diri pemerintahan Jokowi- JK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Jokowi meyakini, sektor infrastruktur diyakini adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mengacu pada hasil studi Dana Moneter Internasional (2014), kenaikan investasi infrastruktur publik mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi, baik jangka pendek maupun jangka menengah. Setiap 1 persen kenaikan investasi infrastruktur di negara berkembang akan meningkatkan output sebesar 0,1 persen pada tahun tersebut, dan 0,25 persen pada empat tahun kemudian.
Berkaca dari hal itulah, pemerintah terus meningkatkan alokasi anggaran infrastruktur pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada awal pemerintahan Jokowi-JK tahun 2014, anggaran infrastruktur tercatat baru sebesar Rp269,1 triliun. Empat tahun kemudian, pada 2018, anggaran infrastruktur mencapai Rp410 triliun. Pada APBN 2019, anggaran infrastuktur naik 2,4 persen lagi menjadi Rp 415 triliun.
Lalu, dari mana pemerintahan Jokowi mendapatkan anggaran besar untuk sektor infrastruktur itu?
Bicara mengenai anggaran untuk infrastruktur, memori kita terlempar pada peristiwa lima tahun silam. Belum genap sebulan menjabat, Presiden Jokowi memutuskan merilis kebijakan kontroversial. Majalah Tempo edisi 24 November 2014 menulis bahwa Presiden, sejak rapat kabinet perdana, meminta menteri-menteri memangkas subsidi BBM—yang berisiko menggerus popularitasnya. Kebijakan itu dilandasi temuan yang menyatakan ongkos pemerintah untuk membiayai subsidi BBM selama ini jauh lebih besar ketimbang ongkos pembangunan infrastruktur.
"Subsidi BBM mencapai Rp 714 triliun, sedangkan infrastruktur hanya Rp 574 triliun dan kesehatan Rp 220 triliun. Kok, kita memberikan subsidi yang 71-72 persen dinikmati oleh kalangan menengah ke atas?” kata Jokowi, seperti dikutip dari Majalah Tempo.
Presiden Jokowi menyampaikan, saat itu pemerintah membutuhkan duit banyak untuk membangun infrastruktur. Namun kas yang dimiliki negara tak cukup kuat menopang kebutuhan. Sedangkan sesuai dengan rencana stregis yang dibuat masing-masing kementerian, Jokowi ingin pembangunan akses, seperti tol laut, jalan tol, pembangunan pembangkit listrik, hingga pengembangan infrastruktur pertanian mencapai akselerasi.
Berdasarkan hitung-hitungan, dalam lima tahun masa pemerintahannya, Jokowi membutuhkan duit sedikitnya Rp 2.000 triliun untuk menutup kebutuhan infrastruktur. Duit itu bukan hanya bersumber dari perluasan cakupan wajib pajak. Kenaikan harga BBM subsidi pun menjadi pilihan.
Bandara New Yogyakarta International Airport atau NYIA di Kulon Progo, Yogyakarta. Sumber: Angkasa Pura I
Sejak digenjot selama lima tahun dengan mengalihkan duit subsidi energi, seperti apa capaian pemerintah dalam bidang infrastruktur? Yang jelas, Jokowi jor-joran dalam menggenjot infrastruktur konektivitas, energi, sumber daya air, dan telekomunikasi.
- Sektor energi
Berdasarkan laporan Kantor Staf Presiden, pemerintah mengklaim telah mencapai rasio elektrifikasi 98,9 persen hingga semester I tahun anggaran 2019. Untuk mencapai rasio tersebut, pemerintah menancapkan tiang pancang pembangunan megaproyek listrik 35 ribu watt sejak 2014. Majalah Tempo edisi 11 Januari 2016 menulis, proyek elektrifikasi itu dipetakan ke dalam tujuh titik. Di antaranya Sumatera, Kalimantan, Jawa & Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Proyek setrum dikerjakan oleh PT Pembangkit Listrik Negara atau PLN dan swasta.
Di Sumatera, misalnya, PLN menggarap proyek elektrifikasi 1.100 megawatt. Sedangkan swasta kebagian jatah membangun 8.990 megawatt. Sementara itu di Kalimantan, PLN dibebani tugas membangun proyek listrik 900 megawatt. Adapun swasta kejatahan membangun 1.755 megawatt.
Rasio elektrifikasi yang dicapai pada 2019 telah mendekati target yang ditetapkan pada 2024. Dalam lima tahun ke depan, pemerintah masih punya pekerjaan rumah untuk mencapai rasio elektrifikasi 99,4 persen.
Kendati mencatatkan rasio elektrifikasi yang moncer, pengerjaan megaproyek setrum tak selamanya mendulang gula-gula. Proyek ini sempat terganjal oleh kasus rasuah yang mendera bekas Direktur Utama PLN, Sofyan Basir. Sofyan pada awal Januari lalu diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK lantaran terjerat suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Riau. Kasus Sofyan menorehkan catatan merah di rapor pemerintah.
Di sisi lain, pemerintah juga mencatatkan capaiannya untuk menyeragamkan harga BBM. Hingga 2019, pemerintah melalui penugasan ke PT Pertamina (Persero) telah sukses menetapkan BBM satu harga berlaku di 170 titik.
- Sektor telekomunikasi
Menjelang akhir masa jabatannya di Kabinet Indonesia Kerja Jilid I, Jokowi dan sejumlah menterinya meluncurkan proyek Palapa Ring yang bertujuan memperluas jaringan telekomunikasi. Palapa Ring merupakan proyek pembangunan "back bone" atau tulang punggung serat optik nasional, yang akan menjangkau sebanyak 34 provinsi, 440 kota/kabupaten di seluruh Indonesia dengan total panjang kabel laut mencapai 35.280 kilometer, dan kabel di daratan adalah sejauh 21.807 kilometer.
Tiga ruas back bone ialah Palapa Ring Barat, Palapa Ring Tengah dan Palapa Ring Timur. Proyek itu terdiri atas tujuh lingkar kecil serat optik di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Papua, Sulawesi dan Maluku.
Palapa Ring Barat telah selesai pada Maret 2018, menjangkau wilayah Riau, Kepulauan Riau hingga Pulau Natuna dengan jaringan laut sepanjang 1.730 kilometer dan darat 545 kilometer. Palapa Ring Tengah menjangkau 27 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,Maluku Utara, dan Kalimantan Timur dengan 1.706 kilometer jaringan laut dan 1.289 jaringan darat.
Palapa Ring-Timur dibangun sejauh 4.450 kilometer yang terdiri dari sub-marine cable sejauh 3.850 kilometer dan "land cable" sepanjang 600 kilometer dengan "landing point" sejumlah lima belas titik pada 21 kota/kabupaten.
- Perhubungan dan Infrastruktur Jalan
Jokowi acap menekankan bahwa pembangunan infrastruktur di Indonesia akan bersifat Indonesia-sentris. Artinya, pembangunan dilakukan untuk membuka konektivitas wilayah-wilayah terisolasi dan mempercepat konektivitas antar-daerah.
Berdasarkan catatan Kantor Staf Presiden, selama 5 tahun, pemerintah telah membangun jalan sepanjang 3.194 kilometer di wilayah perbatasan. Pembangunan selama 2019 dikebut sepanjang 732 kilometer untuk jalan nasional, termasuk jalan pelosok. Pembangunan ini bertujuan membuka daerah-daerah terisolasi dan menekan disparitas harga-harga kebutuhan pokok.
Foto udara yang menunjukkan kendaraan melintas di sebagian ruas jalan tol Medan-Binjai pada Rabu, 6 Maret 2019. PT Hutama Karya menyatakan, progres pembangunan jalan tol Trans Sumatera seksi I ruas Medan-Binjai sepanjang 6,7 kilometer telah mencapai sekitar 80 persen. TEMPO/Tony Hartawan
Di sektor pembangunan jalan tol, pemerintah mencatat telah merampungkan 1.387 kilometer konstruksi jalan bebas hambatan. Pembangunan tersebut sudah termasuk pengerjaan proyek Jalan Tol Trans Jawa yang membentang sepanjang 1.167 kilometer. Pemerintah juga telah mencicil proyek pembangunan jalan Tol Trans Sumatera. Proyek paket I segmen Bakaeuheni Selatan-Bakauheni Utara sepanjang 8,9 kilometer dan paket II dengan segmen Lematang-Kotabaru sepanjang 5 kilometer telah terbangun pada 2018.
Adapun tahun ini, pemerintah mengerjakan paket I Bakauheni-Sidomulyo sejauh 39,9 kilometer dan paket II Sidomulyo-Kota Baru sepanjang 40 kilometer. Lantas paket III Kotabaru-Tengineng sepanjang 30 kilometer dan paket IV Tengineneng-Terbanggi Besar 33 kilometer.
Di sektor perhubungan, pemerintah telah membangun 136 pelabuhan dan 15 bandara. Pembangunan sektor perhubungan mulai dikerjasamakan dengan badan usaha milik negara (BUMN) atau swasta melalui skema kerja sama dengan badan usaha atau KPBU. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam wawancara khusus bersama Tempo beberapa waktu lalu mengatakan skema KPBU dipilih untuk meringankan beban negara.
Proyek yang digarap melalui skema KPBU adalah Bandara Singkawang, Bandara Bau-bau, Pelabuhan Gorontalo. Kemudian Bandara Labuan Bajo dan pembangunan kereta api di Parepare.
"Pola ini dilakukan mengingat skema pembiayaan pada proyek infrastruktur dalam kurun 5 tahun butuh Rp 1.400 triliun. Sedangkan pemerintah paling banter hanya bisa membiayai Rp 400 triliun. Kalau tidak pakai KPBU, APBN tak bisa menopang,” tuturnya.
- Infrastruktur SDA
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sejatinya memiliki hajat membangun 65 bendungan hingga 2019. Keberadaan bendungan ini bertujuan untuk mencegah kekeringan, banjir, dan mendatangkan daya tarik wisata. Namun, dalam catatan kementerian, pemerintah baru mengelarkan 14 bendungan selama 2018.
Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara Iriana Jokowi saat mengunjungi Pulau Rica, di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Kamis 10 Juni 2019. Pulau Rinca dan Pulau Padar merupakan salah satu lokasi yang menjadi habitat komodo. TEMPO/Subekti.
Sedangkan pada 2019, jumlah bendungan yang siap beroperasi diperkirakan hanya 15. Itu berarti, pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk menyelesaikan 36 bendungan. Kementerian PUPR menargetkan, pembangunan seluruh bendungan akan terlaksana pada 2022.
Selain bendungan, pemerintah telah membangun sejumlah embung. Kantor Staf Presiden mencatat, sepanjang 2015 hingga 2019, Kementerian PUPR telah merealisasikan pembangunan 1.062 unit embung. Kemudian, Kementerian Pertanian membangun 4.343 embung. Di sisi lain, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi membangun 325 bendungan.
Untuk pengairan atau irigasi, Kementerian PUPR mencatat telah membangun jaringan baru di 1 juta hektare tanah. Kementerian juga merehabilitasi jaringan irigasi di 3,02 juta hektare. Sedangkan Kementerian Pertanian membangun jaringan irigasi tersier di lahan seluas 3,21 juta hektare.
Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur di masa pemerintahan Jokowi, peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengingatkan agar perencanaan pembangunan infrastruktur ke depan diperhitungkan dengan matang. Tujuannya agar tidak menimbulkan kerugian dari proyek yang dikerjakan. Ia mencontohkan, salah satu pembangunan infrastruktur yang kurang memberikan keuntungan optimal adalah Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat.
"Memang alasannya karena kebutuhan. Tapi kalau pembangunan infrastruktur tanpa perencanaan, kami menilai ini akan menjadi bencana ke depan," katanya di Jakarta, Jumat, 27 September 2019.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Trikasih Lembong mengklaim, selama 5 tahun Jokowi-JK memimpin Indonesia, mereka sudah meletakkan fondasi untuk mendongkrak daya saing Indonesia. Salah satunya pada pembangunan infrastruktur. "Peringkat daya saing infrastruktur kita ada di 72 dari 141 negara, bayangkan kalau pemerintah tidak membangun infrastruktur dari awal, seberapa jauh kita merosot," ujar Lembong.
Adapun Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, selama lima tahun belakangan pemerintah sudah membangun infrastruktur besar-besaran, mulai dari jalan, pelabuhan laut, bandara, waduk, hingga Palapa Ring. Pembangunan infrastruktur tersebut disebut membawa banyak keuntungan bagi Indonesia, misalnya membuka konektivitas dan melancarkan kegiatan ekonomi. Ia menyebut infrastruktur dibangun dengan pertimbangan jangka panjang.
Ilustrasi Palapa Ring (BAKTI)
Menurut Darmin pembangunan dari backbone ke sentra industri sudah dilakukan di beberapa daerah, misalnya Jawa Timur. Selanjutnya, pembangunan akan dilakukan di Jawa Tengah dan wilayah lainnya. Ia mengatakan terhubungnya jalur utama ke jaringan industri bisa menjadi modal bagi perekonomian Indonesia.
Karena itu, agar pemangkasan subsidi sejak 2014 itu benar-benar dirasakan dampaknya oleh masyarakat luas, Darmin berharap pemerintah tetap membangun infrastruktur pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi. Catatannya, tak seperti masa 5 tahun Jokowi sebelumnya, kini pembangunan itu tidak lagi berfokus kepada infrastruktur backbone. "Kami memaksimalkan pembangunan dengan menyambungkan backbonedengan kawasan industri, sentra ekonomi, industri rakyat, kawasan ekonomi khusus, hingga kawasan pariwisata," ujar Darmin di Ballroom Ritz Carlton, Jakarta, Selasa, 15 Oktober 2019.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | CAESAR AKBAR | MAJALAH TEMPO | ANTARA