Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Anggaran Pupuk Subsidi Rp 53,3 Triliun, Dirut PT Pupuk Indonesia Beberkan Alasan Penyaluran Masih Lamban

Direktur Utama PT Pupuk Indonesia memaparkan penyaluran pupuk bersubsidi masih lambat. Realisasi pupuk subsidi hingga 15 Juni 2024 baru 29 persen.

19 Juni 2024 | 18.09 WIB

Seorang pekerja mengangkut pupuk urea bersubsidi dari Gudang Lini III Pupuk Kujang di Pasir Hayam, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. (ISTIMEWA)
material-symbols:fullscreenPerbesar
Seorang pekerja mengangkut pupuk urea bersubsidi dari Gudang Lini III Pupuk Kujang di Pasir Hayam, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. (ISTIMEWA)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi membeberkan sejumlah alasan penyaluran pupuk bersubsidi masih lambat. Pemerintah tahun ini mengganggarkan Rp 53,3 triliun kas negara untuk pupuk bersubsidi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Realisasi pupuk subsidi hingga 15 Juni 2024 baru 2,8 juta ton dari total alokasi tahun ini sebesar 9,5 juta ton. “Atau 29 persen,” ujar Rahmad dalam rapat dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Rabu, 19 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah dievaluasi, kata Rahmad, ada beberapa hal yang menyebabkan penyerapan pupuk terhambat. Di antaranya adalah lambannya penerbitan Surat Keputusan atau SK dari Gubernur dan Bupati atau Wali Kota yang menjadi payung hukum penyaluran pupuk bersubsidi tersebut. Meskipun kini hampir semua SK Gubernur sudah terbit, tapi nyatanya kebanyakan aturan terbit setelah musim tanam pertama tiba.

Selain itu, meski SK sudah keluar, di lapangan masih terdapat sejumlah tantangan, misalnya aturan daerah yang berbeda-beda dalam penyaluran ada yang per bulan ada pula per musim tanam. Kebijakan di tingkat kelurahan juga masih berbelit.

Rahmad mencontohkan, ada lurah yang meminta petani untuk menunjukan bukti kepemilikan tanah atau sertifikat resmi lain sebagai syarat penyaluran pupuk bersubsidi. “Jadi banyak variasi tingkat daerah yang harus diperbaiki."

Hingga hari ini ini, SK yang sudah keluar dari pemerintah kabupaten dan kota sudah sebanyak 406 atau ada 69 sertifikat yang belum terbit. Sementara untuk tingkat Provinsi, tinggal Pemerintah DKI Jakarta dan Papua Barat yang belum mengeluarkan SK.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan kebijakan pupuk subsidi dirancang untuk penyedian pupuk di tingkat petani dengan harga terjangkau agar produktivitas pertanian meningkat. Namun anggaran subsidi pupuk terus turun. “Penurunan produksi beras 2023 sebesar 0,44 juta ton, salah satu penyebabnya terkait persediaan dan akses pupuk bersubsidi,”ujarnya.

Amran mengakui penurunan produksi padi di Indonesia selain karena volume pupuk subsidi yang dikurangi juga disebabkan keterbatasan petani mengakses pupuk. 17 persen petani tidak bisa menggunakan kartu tani untuk mendapatkan pupuk subsidi, dan petani hanya diberikan pupuk untuk 1 kali tanam saja. Kementerian Pertanian mencatat ada 30 juta orang anggota Lembaga Masyarakat Desa Hutan di Jawa yang tidak boleh menerima pupuk.

Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarun Najmi mengatakan tahun ini ada penambahan anggaran dan jumlah pupuk subsidi. Tapi tata kelola penyalurannya masih perlu perbaikan.

Dimulai dari perbaikan data luasan lahan dan petani, karena masih banyak petani yang belum terdata dalam data base kartu tani. “Upaya petani untuk membuat pupuk sendiri juga perlu didukung dengan kebijakan dan fasilitas pemerintah, agar lebih masif dan signifikan pemanfaatannya dalam peningkatan produksi,” ujar Qomarun.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus