Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INILAH jalan pintas bagi pendiri dan investor perusahaan rintisan alias startup. Pasar menjulukinya SPAC, special purpose acquisition company. Sesuai dengan namanya, ini hanyalah perusahaan cangkang. Para pendirinya, yang disebut sponsor, menyetor modal awal. Setelah itu, meski belum punya kegiatan usaha apa pun, SPAC langsung menjual saham di bursa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah kasnya gemuk, dari sponsor plus investor yang membeli sahamnya di bursa, SPAC akan memburu perusahaan startup sebagai target merger dan akuisisi. Perusahaan target, setelah transaksi usai, otomatis beralih status menjadi perusahaan publik. Semua sahamnya sudah menjadi milik SPAC. Walhasil, perusahaan rintisan tak perlu lagi melewati proses berbelit dan mahal untuk masuk bursa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merger dan akuisisi oleh SPAC juga dapat mendongkrak valuasi perusahaan rintisan berkali-kali lipat. Fitur ini membuat pendiri dan investor perusahaan startup tergiur memburu SPAC. Terjadilah simbiosis mutualisme. Itulah sebabnya dalam setahun terakhir SPAC tumbuh sangat pesat. Total uang yang terkumpul di SPAC kini sudah mencapai US$ 142 miliar.
Investor kalap membeli saham SPAC, bisa jadi, karena tertarik pada figur sponsor yang umumnya selebritas terkenal, seperti Jennifer Lopez. Mungkin juga mereka terpikat oleh tawaran proyeksi keuntungan muluk dari lonjakan nilai berbagai perusahaan startup yang diakuisisi. Mereka tak peduli meski banyak di antara perusahaan itu sebetulnya belum mencetak keuntungan operasional yang sepadan dengan lonjakan valuasinya.
Bisnisnya pun banyak yang masih futuristik. Misalnya Momentus Inc, yang berniat mengoperasikan kendaraan tanpa awak untuk melayani stasiun luar angkasa. Momentus kini sedang mengurus merger dengan sebuah SPAC bernama Stable Road Acquisition Corp senilai US$ 1,2 miliar.
Angka tersebut belum seberapa. April lalu, rencana merger Grab Holdings Inc dengan SPAC bernama Altimeter Growth Corp (AGC) menggemparkan pasar karena nilainya spektakuler. Meski berbasis di negara mini Singapura, Grab melayani pasar raksasa taksi online dan layanan pembayaran digital di seantero Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Inilah yang membuat nilainya luar biasa.
Dalam transaksi ini, menurut data Bloomberg, nilai Grab US$ 39,6 miliar. Padahal awal tahun ini investor masih menaksir valuasi Grab cuma US$ 16 miliar. Transaksi ini akan membuat pendiri dan berbagai institusi, yang lebih dulu menanamkan uang di Grab, panen raya. Satu di antaranya adalah Anthony Tan, warga Singapura, 39 tahun, salah satu pendiri Grab yang sekarang menjadi chief executive officer. Ia akan segera kaya raya, menguasai 2,2 persen saham seusai merger dengan nilai US$ 829 juta.
Investor institusional, seperti SoftBank Corp dari Jepang, juga mendapat durian runtuh. Sejak 2014, SoftBank menanamkan total sekitar US$ 3 miliar ke Grab melalui beberapa kali putaran pendanaan. Jika merger berjalan mulus, SoftBank akan memiliki 19 persen Grab dengan nilai sekitar US$ 7 miliar.
Uang miliaran dolar Amerika Serikat ini tak akan mengubah nasib jutaan pengendara Grab yang hilir-mudik di tengah panas dan debu jalanan. Mereka tetap menjadi sekrup mini pada mesin raksasa yang hendak menyedot dana jumbo dari bursa Amerika itu. Bagian untuk mereka setelah transaksi adalah bekerja lebih giat agar perusahaan dapat memenuhi target-target yang dijanjikan dalam proposal merger. Grab memproyeksikan menikmati laba sebelum pajak, bunga, dan amortisasi pada 2023. Sasaran penjualannya tumbuh 42 persen dalam tiga tahun, termasuk ambisius di tengah pasar yang masih terpukul pandemi.
Yang bisa menghadang rezeki Grab hanyalah kebijakan US Security Exchange Commission (SEC), pengawas bursa saham di Amerika. Melihat maraknya aksi korporasi serupa, yang juga menjadi tujuan favorit investor retail yang tergolong awam dalam soal saham, SEC kini mulai ketat menyelidiki berbagai rencana merger yang melibatkan SPAC. Hingga pekan lalu, misalnya, SEC belum memberi lampu hijau untuk merger Momentus.
Belum ada gelagat bahwa merger Grab dan ACG akan tersendat, sebagaimana transaksi Momentus. Para pemilik saham Grab tentu setengah mati berharap, semoga SEC tidak menutup jalan pintas aliran miliaran dolar Amerika yang serasa sudah dalam genggaman.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo