Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Begini Efek Domino bila Jakarta Tenggelam

Greenpeace memprediksi bila Jakarta tenggelam menyebabkan 1,8 juta orang akan kehilangan rumah dan 68,2 miliar USD dari PDRB Jakarta terncam.

20 Agustus 2021 | 13.52 WIB

Banjir rob di dermaga pelabuhan kali Adem, Muara Angke, Jakarta, Jumat, 1 Januari 2021. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan dini cuaca akan berpotensi hujan disertai angin kencang dan kilat atau petir. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Banjir rob di dermaga pelabuhan kali Adem, Muara Angke, Jakarta, Jumat, 1 Januari 2021. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan dini cuaca akan berpotensi hujan disertai angin kencang dan kilat atau petir. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Penelitian terbaru Greenpeace East Asia yang dirilis akhir Juli 2021 lalu memprediksi Jakarta akan tenggelam pada 2030. Studi tersebut menyitir beberapa studi serupa bahwa Jakarta memiliki ketinggian 8 meter di atas permukaan laut dan dialiri 13 sungai yang membuatnya rawan banjir karena masalah drainase.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Tak heran bila Jakarta tiap tahunnya diterjang banjir akibat debit sungai yang tinggi, hujan lebat, dan rob. Selain itu, penggunaan air tanah yang berlebih juga akan menurunkan permukaan tanah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Analisis data spesial dan skenario terburu Greenpeace menemukan bahwa hampir 17 persen dari total luas daratan Jakarta di bawah permukaan laut akan terendam banjir 10 tahunan pada 2030. Akibatnya, 1,8 juta orang akan kehilangan rumah dan 68,2 miliar USD dari produk domestik regional bruto (PDRB) Jakarta terancam.

Kepala Kampanye Iklim Greenpeace Asia Tenggara, Tata Mustasya, mengatakan penelitian terbaru ini menunjukkan bahwa perubahan iklim tak semata perkara lingkungan. Perubahan iklim juga berdampak langsung pada manusia dan ekonomi.

"Yang lebih mengerikan dari proyeksi ini, 1,8 juta saudara kita mungkin akan mengungsi karena rumah mereka terendam oleh kenaikan permukaan air laut," kata Tata seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 24 Juli 2021.

Greenpeace, lanjut Tata, menilai bahwa banjir karena kenaikan air laut adalah efek dari produksi emisi yang berkontribusi terhadap pemanasan global sehingga perlu kebijakan pemerintah. Ia juga mendesak agar pemerintah dan perusahaan untuk mengatasi krisis iklim, misalnya dengan menghentikan pemakaian batu bara dan melakukan transisi ke energi terbarukan.

"Paradigma lama yang menyebut jika ekonomi tumbuh secara otomatis akan memperbaiki lingkungan, harus ditinggalkan," ucap Tata. Studi Greenpeace ini, lanjut dia, menunjukkan bahwa mengabaikan lingkungan dampaknya akan sangat dekat dengan kita.

AMELIA RAHIMA SARI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus