Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mayoritas Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia yang masih berupa usaha informal dan dibelit masalah disebut membuat usaha ini tertinggal dibandingkan negara tetangga. “Sehingga dibutuhkan pendampingan dalam rangka peningkatan kapasitas UMKM,” ujar Kepala Departemen UMKM Bank Indonesia, Yunita Resmi Sari, di Kompleks Bank Indonesia, Thamrin, Jakarta, Kamis, 15 September 2016.
Yunita menjelaskan sejumlah masalah utama yang dihadapi UMKM Indonesia adalah kemampuan teknologi, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), akses pemasaran, akses permodalan dan jejaring. "Terbukti, kontribusi UMKM terhadap ekspor masih rendah,” tuturnya.
Oleh karena itu BI terus mendorong pengembangan UMKM, terlebih dari peran strategis sektor tersebut dalam berkontribusi sebesar 60,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto dan 97,2 persen penyerapan tenaga kerja. "Pengembangan UMKM merupakan salah satu kunci untuk mendorong pertumbuhan nasional," kata Yunita.
BI hari ini menggelar seminar bertajuk “Ekonomi Tumbuh Tinggi, Berkualitas dan Berkelanjutan melalui Peningkatan Value Added UMKM”, bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Dalam seminar itu, terdapat pembahasan mengenai permasalahan dan hambatan yang dihadapi UMKM Indonesia.
Seminar tersebut menghadirkan berbagai narasumber dari regulator, lembaga keuangan maupun asosiasi terkait. Narasumber tersebut di antaranya adalah Otoritas Jasa Keuangan, Perum Jamkrindo PT. PNM, Bank BJB, Asosiasi BMT Indonesia, dan Forum of SMEs Africa-ASEAN.
Dalam seminar juga dibahas mengenai langkah nyata yang dapat diambil oleh lembaga-lembaga terkait untuk membantu meningkatkan kualitas UMKM. Misalnya, dengan membangun inkubator khusus untuk pendamping UMKM di pedesaan, untuk membantu memperbaiki SDM.
Selain itu, pendampingan untuk standarisasi mutu produk ekspor juga dilakukan, untuk memperluas akses pasar bagi UMKM. Selanjutnya, peningkatan akses permodalan antara lain dapat dilakukan dengan menyediakan skema pembiayaan khusus UMKM yang terintegrasi dengan aktivitas peningkatan kapasitas (capacity building), serta pemberdayaan kelompok (social capital).
Untuk mempermudah kegiatan usaha, salah satu yang dapat dilakukan dari sisi regulator adalah mempermudah perizinan dan memberikan insentif pajak. Sementara perbaikan infrastruktur antara lain dapat dilakukan dengan membangun database UMKM untuk mengatasi kesenjangan informasi. “Dengan kerja sama semua pihak, UMKM diharapkan semakin memiliki daya saing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkualitas," ujar Yunita.
GHOIDA RAHMAH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini