Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Deputi Pengendalian Perencanaan Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Aussie Gautama mengatakan rencana pembangunan kilang gas alam cair (LNG) Blok Masela telah lama didiskusikan. Perdebatan pada masa dulu pun tidak kalah sengit dengan sekarang.
"Lapangan Masela telah didiskusikan sejak ditemukan tahun 2000. Perdebatan on shore atau off shore sudah terjadi pada 2008 sampai 2010, dan cukup sengit," kata Aussie dalam diskusi Gaduh Blok Masela di Jakarta, Sabtu, 2 Januari 2016.
Aussie menceritakan pengembangan ladang gas Masela yang terletak di Laut Arafuru, Maluku, kala itu diusulkan oleh Inpex Corporation. Sebagai operator blok, Inpex mengajukan pembangunan kilang off shore (di laut) dengan kapasitas 4 juta ton per tahun (mtpa). Namun, menurut Aussie, saat itu pemerintah gamang memutuskan.
"Kementerian ESDM pun melibatkan pihak ketiga, yakni dari ITB, ITS, UI, Gamma, dan konsultan asal AS. Rekomendasi mereka adalah floating LNG," katanya.
Aussie melanjutkan, Inpex kembali menyampaikan hasil delineasi yang menemukan cadangan gas di Blok Masela jauh lebih besar ketimbang evaluasi yang dilakukan sebelumnya. Bahkan, menurut Aussie, Inpex mengusulkan untuk membuat kilang berkapasitas 7,5 mtpa.
"Besar betul itu, belum ada di dunia. Kapal untuk meletakkan kilang di atasnya sedang dibuat, dan akan selesai 2018."
Polemik pembangunan kilang LNG Masela di darat atau laut, menimbulkan pro-kontra di tubuh SKK Migas. Bahkan, terdapat dua kubu yang mendukung pengembangan sistem on shore dan off shore.
Namun, ia menegaskan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berkali-kali melibatkan pihak ketiga untuk menguji konsep pengembangan, dan selalu kembali pada floating LNG.
FRISKI RIANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini