Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan 69,02 persen pelaku usaha mikro kecil atau UMK membutuhkan bantuan dari pemerintah berupa modal usaha untuk mempertahankan bisnisnya di tengah pandemi. Data itu dihimpun dari survei BPS kepada 34.559 responden yang terdiri atas 25.256 pelaku UMK dan 6.821 pelaku usaha menengah besar (UMB).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Bantuan yang dibutuhkan ini tingkat kepentingannya sangat berbeda antara UMK dan UMB, sehingga data ini menjadi perhatian peting ketika pemerintah menyusun program bantuan apa yang dibutuhkan pelaku usaha,” ujar Suhariyanto dalam webinar, Ahad, 20 September 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sigi dilakukan selama periode 10-26 Juli 2020. Suhariyanto mengemukakan, margin of error dari survei tersebut tergolong rendah lantaran dilakukan dengan metode sampling.
Adapun menurut hasil survei, selain menginginkan modal usaha, sebanyak 41,18 persen pelaku UMK menyatakan membutuhkan keringanan tagihan listrik untuk usaha. Kemudian, sebanyak 29,98 persen responden menyatakan membutuhkan relaksasi atau penundaan pembayaran pinjaman.
Suhariyanto melanjutkan, sebesar 17,21 persen pengusaha kecil membutuhkan kemudahan administrasi untuk pengajuan pinjaman dan 15,07 persen lainnya memerlukan penundaaan pembayaran pajak.
Berbeda dengan kebutuhan pelaku UMK, pengusaha UMB paling besar memerlukan bantuan berupa keringanan tagihan listrik dunia usaha. Total terdapat 43,53 persen pelaku usaha yang menginginkan adanya subsidi listrik ini.
Sedangkan sebanyak 40,32 persen pelaku usaha menyatakan menginginkan relaksasi atau penundaan pembayaran pinjaman. Selanjutnya, 39,61 persen membutuhkan penundaan pemayaran pajak; 35,07 persen memerlukan bantuan modal usaha; dan 14,44 persen menginginkan adanya kemudahan administrasi untuk pengajuan pinjaman.
Survei tersebut menjangkau pelaku usaha di delapan pulau terbesar di Indonesia. Sebanyak 16.391 responden berasal dari Pulau Jawa, 9.302 dari Sumatera, 2.197 dari Kalimantan, 3.689 dari Sulawesi, 2.105 dari Bali dan Nusa Tenggara, serta 875 dari Papua dan Maluku.
Dalam sigi yang sama, BPS juga menelisik optimisme pelaku usaha di masa pandemi. Hasilnya, sebanyak 55 persen pelaku usaha tak mengetahui berapa lama perusahaannya dapat bertahan. Adapun 26 persen lainnya menyatakan bisa bertahan lebih dari tiga bulan dan 19 persen mengaku tak dapat bertahan lebih dari tiga bulan sejak Juli 2020 seumpama tak ada perubahan kondisi.
“Sehingga kalau komponen 55 persen pelaku usaha yang tidak tahu berapa lama perusahaannya bertahan dihilangkan, tercatat ada sebanyak 42 persen pengusaha yang bisa bertahan hanya 3 bulan,” ucapnya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA