Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Bukalapak Masih Rugi, Kenapa Saham BUKA Banyak Diminati Investor hingga ARA?

Saham PT Bukalapak.com Tbk langsung melesat setelah resmi melantai di pasar modal pada hari ini, Jumat, 6 Agustus 2021.

6 Agustus 2021 | 16.11 WIB

Suasana muka kantor Bukalapak di kawasan Kemang, Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2019. Kantor ini merupakan markas besar Bukalapak.com, salah satu situs belanja online Indonesia. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Suasana muka kantor Bukalapak di kawasan Kemang, Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2019. Kantor ini merupakan markas besar Bukalapak.com, salah satu situs belanja online Indonesia. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Saham PT Bukalapak.com Tbk atau Bukalapak langsung melesat setelah resmi melantai di pasar modal pada hari ini, Jumat, 6 Agustus 2021.

Harga saham emiten dengan kode BUKA itu langsung naik 24,71 persen menjadi Rp 1.060 per saham, sehingga terkena batas auto rejection atas atau ARA.

Hingga pukul 14.38 WIB, terpantau jumlah saham yang diperdagangkan mencapai 521,38 juta lembar dengan nilai Rp 552,66 miliar. Saham itu juga telah diperdagangkan 4.235 kali.

"Ada euforia juga yang berlebihan karena investor retail melihat Bukalapak salah satu unicorn yang valuasinya besar meskipun secara profit belum menghasilkan," ujar Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira kepada Tempo, Jumat, 6 Agustus 2021.

Dinukil dari prospektus, Bukalapak tercatat masih membukukan rugi tahun berjalan Rp 323,805 miliar pada triwulan I 2021. Kendati demikian, besar kerugian tersebut turun dari Rp 393,49 miliar periode yang sama tahun lalu.

Selain lantaran euforia, Bhima mengatakan tingginya minat investor kepada saham Bukalapak disebabkan banyaknya investor kelas menengah ke atas yang sedang mencari aset dengan kenaikan tinggi di tengah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Level 4. Pasalnya, banyak sektor usaha terpukul pada saat ini.

"Jadi ini fenomena psikologis pasar yang tertarik ke aset dengan pertumbuhan tinggi, spekulatif disaat ekonomi tertekan," ujar Bhima.

Ia mengatakan fenomena serupa pernah terjadi pada 1998 ketika krisis Asia. Kala itu, kata dia, muncul startup yang melantai di bursa saham dan akhirnya meledak menjadi dotcom bubble.

Masalah investasi di saham yang spekulatif, tutur Bhima, adalah myopic syndrome yakni investor hanya melihat sentimen jangka pendek. Artinya, investor mau cepat mencari untung tapi tidak melakukan analisis lebih mendalam.

"Harusnya investor retail lihat historis juga jadi euforia nya tidak berlebihan tetap melihat prospek, kinerja dan tren jangka panjang," ujar Bhima. "Ya FOMO (Fear of Missing Out) itu akhirnya."

PT Bukalapak.com Tbk resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan kode emiten BUKA. Dana yang berhasil dihimpun dari IPO ini adalah sekitar Rp 21,9 triliun.

Baca juga: Raup Rp 21,9 T IPO, Apa Rencana Bukalapak (BUKA)?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus