Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Defisit Suplai, Harga Tembaga Siap Meroket

Tembaga diprediksi mengalami tren bullish akibat harga yang
masih berada di level rendah dan kondisi pasar yang mengalami
defisit pasokan.

21 April 2017 | 19.25 WIB

Truk pengangkut galian tambang di tambang emas dan tembaga PT Freeport Indonesia, 2000 .Rully Kesuma/ TEMPO
Perbesar
Truk pengangkut galian tambang di tambang emas dan tembaga PT Freeport Indonesia, 2000 .Rully Kesuma/ TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Komoditas tembaga diprediksi mengalami tren bullish akibat harga yang masih berada di level rendah dan kondisi pasar yang mengalami defisit pasokan.

Pada penutupan perdagangan Kamis, 20 April 2017, harga tembaga di bursa London Metal Exchange (LME) meningkat 67 poin atau 1,21 persen menuju US$ 5.623 per ton. Sepanjang tahun berjalan, harga naik 1,58 persen.

Baca:
Saham Bank Harda Melonjak
Ini Dampak Over Regulasi Pada Investasi
Pria Ini Gelapkan Puluhan Ton Minyak Curah

Dalam survei Bloomberg, Jumat, 21 April 2017, yang melibatkan 20 responden mencakup analis dan trader, 9 di antaranya menilai harga tembaga bullish, 7 narasumber bersikap netral, dan 4 sisanya memprediksi bearish.

Menurut survei, harga tembaga yang saat ini berada di level rendah dapat memacu permintaan. Namun, harga memang sedang tertekan akibat belum pulihnya permintaan China dan kesulitan Presiden AS Donald Trump dalam memacu belanja infrastruktur.

Sementara itu, Goldman Sachs Group Inc., dalam risetnya memaparkan, harga tembaga juga ditopang adanya gangguan suplai dari tambang Grasberg, Indonesia. PT Freeport Indonesia (PTFI) selaku pengelola masih belum bisa melakukan ekspor.

PTFI sebenarnya sudah mendapat jatah volume ekspor sebanyak 1,11 juta wet metric ton (WMT) konsentrat tembaga. Namun, perusahaan tidak bisa melakukan pengiriman ke luar negeri karena belum bersedia mengubah status perizinan dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Dari sisi permintaan, analis Goldman Max Layton, meyakini pasar juga akan terangkat oleh pulihnya konsumsi China. Dalam 6-12 bulan ke depan, sambungnya, harga tembaga cenderung bergerak bullish.

Dalam riset berbeda, Citigroup Inc. menyampaikan harga tembaga masih akan bullish dalam dua tahun ke depan akibat kondisi pasar global yang mengalami defisit suplai. Rerata harga tembaga pada 2017 akan meningkat menjadi US$ 6.040 per ton, dan 2018 senilai US$ 6.425 per ton.

Ed Morse, kepala analis Citigroup, mengungkapkan defisit pasar tembaga global cenderung akan meningkat dalam tiga tahun ke depan. Pada 2017, jumlah defisit mencapai 145.000 ton, 2018 sebesar 152.000 ton, dan 2019 menjadi 242.000 ton. "Pemogokan kerja dan gangguan pasokan membawa dampak turunnya produksi," papar Morse.

Sebelumnya pada Februari 2017, logam yang digunakan untuk kabel dan pipa ini naik ke posisi US$6.204 per ton, level tertingi sejak Mei 2015 akibat berhentinya produksi di tambang Grasberg dan perseteruan antara BHP Billiton Ltd., dengan pekerja di tambang Escondida.

Aksi mogok pekerja di Escondida dimulai pada 31 Januari 2017 akibat tuntutan kenaikan upah dan bonus tidak disetujui perusahaan. Menurut Chile Copper Agency, aksi mogok selama 43 hari mengurangi produksi hingga 230.000 ton dari kapasitas penambangan sekitar 1 juta ton.

Menurut Morse, kendati tambang Escondida kembali beroperasi, volume produksi belum akan pulih karena masih membutuhkan waktu. Dia memperkirakan dalam 6-8 bulan ke depan hambatan penambangan masih terjadi sebelum mencapai tingkat pengoperasian penuh.

Di tempat lain, pasar juga mendapat sentimen positif akibat belum terealisasinya ekspor konsentrat dari tambang Grasberg di Papua, Indonesia.

Bernard Dahdah dan Alomgir Miah, analis Natixis, mengatakan sejak akhir Maret 2017 harga tembaga memang cenderung melemah akibat berakhirnya aksi mogok di tambang Escondida, Cile dan tambang Cerro Verdo, Peru. Sentimen ini bersamaan dengan tercapainya kesepakatan ekspor antara PTFI dengan pemerintah Indonesia. "Akan tetapi, pandangan yang lebih positif terhadap pasokan berjalan seiring dengan permintaan yang kuat dari negara-negara ekonomi utama," katanya.

Natixis memprediksi rata-rata harga tembaga pada 2017 akan bertumbuh 20,43 persen menuju US$ 5.860 per ton dari tahun sebelumnya senilai US$ 4.866 per ton. Harga diprediksi bergerak di dalam rentang batas tertinggi US$ 6.300 per ton dan batas terendah US$ 5.300 per ton.


Tabel Proyeksi Rerata Harga Tembaga (US$ per ton)































Periode




Harga Rata-Rata




Harga Tertinggi




Harga Terendah




2016




4.866




5.950




4.331




2017




5.860




6.300




5.300




2018




6.500




6.800




5.300



Keterangan: 2016 harga realisasi, 2017 dan 2017 proyeksi

BISNIS.COM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rully Widayati

Rully Widayati

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus