Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perkara pajak pertambahan nilai akan termuat dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), tapi sampai saat ini belum dibacakan dalam Rapat Paripurna DPR. Sehingga, dari sisi etika politik, ia merasa belum bisa menjelaskan kepada publik sebelum dibahas dengan DPR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Karena itu adalah dokumen publik yang kami sampaikan ke DPR melalui Surat Presiden dan oleh karena itu situasinya menjadi agak kikuk karena kemudian dokumennya keluar, karena memang sudah dikirimkan ke DPR juga," ujar dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sri Mulyani mengatakan situasi itu membuat pemerintah dalam posisi tidak bisa menjelaskan keseluruhan arsitektur perpajakan yang direncanakan. Lantaran belum dijelaskan secara keseluruhan, ia mengatakan informasi yang keluar pun hanya sepotong-sepotong. "Yang kemudian di-blow up seolah olah menjadi sesuatu yang tidak mempertimbangkan situasi hari ini."
Sri Mulyani pun menegaskan bahwa fokus pemerintah saat ini adalah pemulihan ekonomi. Sehingga, semua instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pun dikerahkan untuk membangun pemulihan ekonomi dari sisi pasokan dan permintaan.
Bahkan, ia juga telah memetakan para pelaku ekonomi dari yang terpukul akibat Covid-19 hingga yang diuntungkan, serta sektor yang lambat dan cepat bangkit dari imbas pagebluk.
Menurut dia, arsitektur utuh perpajakan itu akan dijelaskan secara lengkap saat rapat membahas RUU KUP bersama DPR. "Dan di situ kita bisa bahas mengenai apakah timing-nya harus sekarang, apakan pondasinya harus seperti ini, siapa di dalam perpajakan yang harus bersama-sama atau prinsip gotong royong, siapa yang pantas untuk dipajaki. Itu semua perlu kita bawakan dan akan kita presentasikan secara lengkap," ujarnya.
Sebelumnya, anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Andreas Eddy Susetyo meminta Sri Mulyani Indrawati mengklarifikasi rencana pemerintah mengenakan PPN pada sembako. Pasalnya, ia mengaku mendapat banyak pertanyaan dari konstituennya mengenai rencana kebijakan pemerintah tersebut.
Padahal, Andreas mengatakan para anggota dewan pun belum menerima draf resmi dari pemerintah mengenai rencana pajak tersebut. Dalam rapat Panitia Kerja Penerimaan Negara pun DPR dan pemerintah sepakat untuk tidak membahas wacana itu sebelum ada draf resminya.
"Tapi sebagai mitra kami kaget ketika media bahkan saya dapat dari pedagang pasar di Malang, missed call saya berkali-kali dikiranya saya tidak mau menerima. Kemudian saya respon bahwa sedang rapat. Lalu mereka bertanya, masak DPR tidak tahu?" ujar Andreas.
Untuk itu, Andreas pun meminta Sri Mulyani untuk mengklarifikasi mengenai rencana tersebut. Ia pun mengingatkan bahwa rencana perpajakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak memerlukan komunikasi publik yang baik.
"Saya menangkap denyutnya ini konotasinya sudah banyak negatifnya, ini yang perlu klarifikasinya, untuk saya sampaikan. Saya akan turun ke dapil untuk menenangkan mereka" ujar Andreas ke Sri Mulyani. "Bahwa dalam situasi seperti ini kok pemerintah melakukan hal yang tidak justru memberikan kenyamanan bagi mereka dalam mendukung pertumbuhan ekonomi."