Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mi instan, dilansir dari buku "Mi Instan: Mitos, Fakta, dan Potensi" karya FG Winarno pada 2016, pertama kali ditemukan di Jepang oleh Momofuku Ando pada 1958. Ide aslinya sebenarnya sangat sederhana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Momofuku Ando awalnya hanya berpikir untuk mengatasi masalah kekurangan pangan yang dihadapi Jepang pasca Perang Dunia II. Betapa praktis jika ada makanan yang mengenyangkan dan mempunyai daya simpan yang lama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dengan begini, rakyat Jepang yang kelaparan bisa memperoleh makanan dengan mudah dan cepat. Bantuan pangan juga akan mudah dibawa dan didistribusikan ke daerah yang sulit dijangkau.
Akhirnya, pilihannya jatuh pada mi. Ide ini muncul saat ia melihat orang-orang mengantre untuk mendapatkan soba di belakang Stasiun Kereta Osaka, Jepang. Ide inilah yang kelak akan melahirkan industri raksasa bernama Nissin.
Pada 1948, ia membentuk Chutososha, perusahaan perdagangan makanan. Nama itu kemudian berganti menjadi Sanshi Industry. Bersamaan dengan menjalankan perusaan ini, Momofoku Ando berusaha mewujudkan impiannya membuat mi instan.
Pada 1958, impiannya terwujud dengan diluncurkannya Chicken Ramen, mi instan pertama di dunia. Bersamaan dengan ini, nama perusahaannya diubah menjadi Nissin Food Product.
Sejak mi instan pertama ditemukan, popularitasnya menanjak dengan cepat ke seluruh dunia. Pada 1997, penjualannya bahkan mencapai 42,95 miliar bungkus. Pada 2000, penjualannya mencapai 48 miliar bungkus.
Pada 2020, menurut World Instant Noodles Association dalam laman Instant Noodles, Selasa, 11 Mei 2021, konsumsi mi instan global menyentuh angka 116,560 miliar.
Dari jumlah ini, konsumsi mi instan terbesar diraih oleh Cina dengan konsumsi 46,350 miliar. Sedangkan Indonesia berada di posisi kedua dengan konsumsi mi instan sebanyak 12,640 miliar.
AMELIA RAHIMA SARI