Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Ekonomi

Berita Tempo Plus

Banyak Mudarat Insentif Gas Murah

Pemberian insentif harga gas murah bagi tujuh industri perlu ditinjau kembali. Tidak tepat sasaran dan merugikan negara.   

13 Februari 2023 | 00.00 WIB

Petugas PT Perusahaan Gas Negara (PGN) melakukan perawatan berkala di pabrik keramik di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Petugas PT Perusahaan Gas Negara (PGN) melakukan perawatan berkala di pabrik keramik di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Harga gas khusus mengganggu iklim investasi serta mengurangi pendapatan negara.

  • Kinerja industri penerima insentif dipertanyakan.

  • Kementerian Perindustrian mengusulkan penerima insentif harga gas diperluas.

JAKARTA – Sejumlah pemerhati industri minyak dan gas mendorong pemerintah membatalkan kebijakan harga gas khusus untuk industri tertentu. Mereka menilai insentif tersebut mengganggu iklim investasi industri hulu minyak dan gas bumi, serta mengurangi pendapatan negara.

Dalam kebijakan harga gas khusus, pemerintah memberikan alokasi gas seharga US$ 6 per juta British Thermal Unit (MMBTU) kepada perusahaan yang bergerak di tujuh industri, yaitu pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Tujuannya untuk mengurangi biaya produksi sehingga pelaku usaha bisa bersaing di pasar domestik maupun global.  

"Harga gas khusus ini di satu sisi menjadi insentif bagi industri, tapi di sisi sebaliknya mengurangi pendapatan negara," ujar Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, kemarin.  

Menurut dia, untuk memberikan insentif harga gas kepada tujuh industri tersebut, pemerintah harus mengurangi porsi penerimaan dari kegiatan operasi migas kontrak kerja sama sebesar US$ 2,2 per MMBTU. Komaidi mencatat, penerimaan bagian migas negara pada 2020 turun US$ 454 juta, dan pada 2021 kembali menurun US$ 1,15 miliar akibat kebijakan harga gas khusus.  

Dalam pengkajian yang digelar pada tahun lalu, Komaidi mengimbuhkan, Reforminer menemukan daya saing sektor industri lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor di luar harga gas, seperti penciptaan nilai tambah, ketersediaan bahan baku lokal, serta masalah lahan dan perizinan.  

Komaidi mengusulkan supaya pemerintah memberikan insentif fiskal secara langsung, antara lain berupa insentif pajak, untuk mengganti kebijakan harga gas khusus. "Kebijakan pemberian insentif fiskal secara langsung lebih proporsional karena tidak mengakibatkan trade off (dampak negatif) yang tidak perlu," ujarnya.  

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Vindry Florentin

Lulus dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran tahun 2015 dan bergabung dengan Tempo di tahun yang sama. Kini meliput isu seputar ekonomi dan bisnis. Salah satu host siniar Jelasin Dong! di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus