Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Hari Buruh, Aspek Tuntut Pengesahan RUU PRT dan Pencabutan UU Cipta Kerja

Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia kembali menuntut pencabutan pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja dalam peringatan Hari Buruh.

1 Mei 2024 | 08.28 WIB

Ilustrasi aksi buruh. TEMPO/Prima mulia
Perbesar
Ilustrasi aksi buruh. TEMPO/Prima mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia kembali menuntut pencabutan pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja dalam peringatan Hari Buruh, 1 Mei 2024. Presiden DPP Aspek Indonesia Mirah Sumirat mengatakan UU Nomor 6 Tahun 2023 itu menghilangkan jaminan kepastian kerja, kepastian upah, dan jaminan sosial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Salah satu dampak buruk penerapan UU Cipta Kerja adalah soak penetapan upah minimum yang tidak lagi melibatkan unsur tripartit dan kenaikannya tidak memenuhi unsur kelayakan," ujar Mirah melalui keterangan tertulis, Rabu, 1 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mirah pun meminta presiden terpilih dalam Pemilu 2024 mencabut UU Cipta Kerja dan mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Pihaknya menuntut pemerintahan aru menjalankan amanah Pasal 27 ayat 2 UUD 1945, bahwa tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

"Yang terjadi hari ini adalah pemerintah lebih memprioritaskan kesejahteraan bagi kelompok pemodal melalui UU Cipta Kerja," ujar Mirah.

Lebih rinci, Mirah membeberkan sejumlah dampak buruk UU Cipta Kerja yang merugikan pekerja. Pertama, sistem kerja outsourcing diperluas tanpa pembatasan jenis pekerjaan yang jelas. Kedua, sistem kerja kontrak dapat dilakukan seumur hidup tanpa kepastian menjadi pekerja tetap. Ketiga, hilangnya ketentuan upah minimum sektoral provinsi dan kota/kabupaten.

Keempat, dimudahkannya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan. Dalam hal ini Termasuk hilangnya ketentuan PHK harus melalui penetapan pengadilan. Poin kelima, berkurangnya kompensasi PHK pesangon dan penghargaan masa kerja. Keenam, kemudahan masuknya tenaga kerja asing (TKA), bahkan untuk semua jenis pekerjaan yang sebenarnya bisa dikerjakan pekerja Indonesia.

Selanjutnya, Aspek Indonesia menuntut pemerintah merevisi PP Nomor 51 Tahun 2023. Mirah meminta pemerintah mengembalikan mekanisme kenaikan upah minimum provinsi dan kabupaten atau kota, dengan memperhitungkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dan hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL). Mirah mengatakan KHL harus disurvei dengan minimal menggunakan 64 komponen KHL, didasarkan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak.

Selain menuntut pencabutan UU Cipta Kerja dan perbaikan mekanisme pengupahan, Aspek Indonesia menuntut perlindungan hak berserikat di perusahaan. Seba, kata Mirah, masih banyak perusahaan yang anti dengan kehadiran serikat pekerja atau serikat buruh.

"Kami juga meminta agar tahun ini pemerintah dan DPR mengesahkan RUU PRT (Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga) menjadi UU. RUU tersebut sudah lama mangkrak di DPR," ujar Mirah.



close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus