Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Hiburan Pertama Setelah Kenop

Para pengusaha saling menyambut paket pajak yang dikeluarkan Menkeu Ali Wardhana, sebagian kebijaksanaan penurunan pajak perseroan. Tapi yang naik gengsinya adalah para akuntan publik. (eb)

7 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAKET kebijaksanaan penurunan pajak perseroan yang diumumkan Menteri Keuangan Ali Wardhana minggu lalu merupakan kebijaksanaan penting pertama yang dikeluarkan pemerintah sejak devaluasi rupiah 15 Nopember 1978. Kebijaksanaan ini, menurut Ali Wardhana, dimaksudkan untuk merangsang investasi. Sekalipun diakuinya kebijaksanaan baru ini akan mengurangi penerimaan pemerintah dari pos pajak perseroan. Pemerintah nampaknya mampu mengorbankan pos penerimaan ini karena memang penerimaan ini relatif kecil dilihat dari seluruh jumlah penerimaan dalam negeri. Dalam APBN yang berlaku mulai 1 April 1979 ini, penerimaan pa)ak perseroan hanya merupakan 4% dari seluruh penerimaan dalam negeri. Dari jumlah itu pun 50% berasal dari sektor swasta. Pertimbangan yang lebih penting dari keputusan tersebut adalah pertambahan investasi dalam negeri yang diperlukan selama Pelita III. Tapi melihat catatan BKPM dua tahun terakhir ini nampaknya pemerintah belum perlu khawatir tentang menurunnya minat investasi di negeri ini. Aplikasi penanaman modal dalam negeri pada 1978 melonjak menjadi 422 buah dari 236 pada 1977. Sedangkan nilai perluasan dan proyek baru yang disetujui meningkat 46% dari 1977, menjadi US$ 667 juta. Tapi pemerintah agaknya merasa perlu memberi lebih banyak perangsang untuk mempertahankan momentum investasi, terutama karena yang diharapkan selama Pelita III memang cukup besar. Bagian investasi dari sektor di luar pemerintah selama Pelita III diharapkan naik dari 44% menjadi 52%, Dari sektor swasta dalam negeri diharapkan investasi sebesar Rp 3,2 triliun, atau Rp 640 milyar setiap tahun. Boleh Lifo Kebijaksanaan yang baru ini mungkin tak akan banyak berpengaruh terhadap perusahaan besar yang labanya di atas Rp 100 juta. Tapi jelas akan cukup memberkahi perusahaan kecil dan sedang, sektor yang akan lebih menyita banyak perhatian pemerintah lima tahun mendatang ini. Misalnya bagi perusahaan yang labanya antara Rp 10 juta dan Rp 25 juta, menurut peraturan baru kini cukup membayar pajaknya 20%, tidak lagi 45% seperti sebelumnya. Bahkan kalau laporan keuangannya disahkan oleh akuntan publik, pajak yang dibayarkannya bisa tetap 20%, sekalipun labanya mencapai Rp 100 juta. Dan sekali perusahaan menggunakan akuntan publik dalam laporan keuangannya, pemerintah tidak akan mengutikngutik laba yang disembunyikannya di masa lalu. Ini satu kemajuan yang cukup berarti. Pengusaha dididik untuk bersikap terbuka, inspeksi pajak akan mengakui dan menerima angka yang diajukan akuntan publik, ruang gerak tawar menawar antara wajib pajak dan kantor pajak dibatasi, dan waktu dan tenaga kantor pajak bisa dihemat karena mereka tak perlu lagi membongkar-bongkar sendiri pembukuan begitu hanyak perusahaan. Dan perusahaan besar yang selamaini sudah menggunakan akuntan publik bisa merasa lega karena mereka tak perlu lagi membuang waktu untuk meladeni tamu tak diundang dari kantor pajak. Bisa dimengerti kalau di samping para pengusaha, adalah akuntan publik yang merasa paling senang dengan paket kebijaksanaan baru ini. Dari segi ini, perusahaan besar yang labanya di atas Rp 500 juta, bebannya tak banyak berobah karena tarip pajaknya prinsipnya tetap 45%. Tapi dari segi lain mereka tetap akan menerima keuntungan. Mereka bisa memanfaatkan kesempata untuk melakukan revaluasi aktiva tetapnya. Karena nilai aktiva mereka besar, maka laba kena pajaknya akan turun cukup banyak dari meningkatnya penyusutan aktiva tetapnya, hingga pajaknya pun akan berkurang. Kesempatan revaluasi aktiva tetap bagi perusahaan pernah diberikan pada 1971. Dan seperti pada 1971, maka pertambahan nilai saham yang berasal dari kapitalisasi selisih revaluasi ini tak dikenakan pajak. Kapitalisasi laba yang belum dibagikan juga tak dikenakan pajak. Dan kalau mereka jadi menjual 30% saharnnya di bursa, tarip pajaknya hanya 20% untuk laba sampai Rp 300 juta Sebelumnya tarip pajaknya adalah 35%. Positif Yang agak baru bagi dunia usaha di sini adalah diperkenankannya cara perhitungan LIFO (last in first out) untuk perhitungan laba kena pajaknya. Pada iflasi yang cukup tinggi seperti sekarang ini, barang terakhir yang keluar dari bagian produksi ongkosnya bisa jauh lebih tinggi dari barang yang keluar sebulan lalu. Kini perusahaan boleh melaporkan biaya barang yang terjual sebulan lalu sama dengan biaya barang yang keluar dari produksi hari ini. Artinya, memperkenankan perusahaan untuk melaporkan harga pokok lebih tinggi, atau memperkenankan mereka untuk melaporkan laba lebih rendah dari yang sebenarnya, dus membayar pajak lebih rendah. Bagi dunia usaha yang baru terpukul oleh devaluasi rupiah, keringanan pajak seperti ini sungguh menhibur. "Bagi perusahaan yang likwiditasnya turun akibat Kenop-15, kini dapa ditingkatkan dengan adanya penilaian kembali asset (kekayaan)," kata Harry Tanugraha, Sekretaris Gapkindo (asosiasi produsen karet). Dengan beberapa catatan, Sjamsir Rachman, Dir-Ut PT Nasira yang berdagang karet, juga menyambut. Sedang Nahar Zahiruddin Tanjung, Direktur Indomilk dan Wakil Ketua I bidang perdagangan Kadin menyebutnya sebagai "suatu kebijaksanaan yang betul-betul positif." Kalau semuanya berjalan lancar, tak mengejutkan bila di akhir 1979 nanti banyak perusahaan yang akan bisa melaporkan laba bersih yang lebih besar. Tapi apakah akhirnya mereka akan menanamkan kembali labanya, banyak faktor yang akan mempengaruhinya daripada sekedar keputusan seorang Ali Wardhana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus