Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah perusahaan menjelaskan persoalan di balik kelangkaan obat terapi Covid-19 di tanah air beberapa hari terakhir. Salah satunya karena tiga obat yang bergantung pada impor dan belum diproduksi di dalam negeri, yaitu Remdesivir, Actemra, dan Gammaraas.
Direktur Produksi dan Supply Chain PT Indofarma Tbk Jejen Nugraha menceritakan bahwa salah satu kendala impor obat terapi tersebut ada pada perbedaan fasilitas produksi di dalam negeri. Indofarma salah satu perusahaan yang mengimpor Remdesivir dengan nama dagang, Desrem.
Perbedaan fasilitas yang dimaksud menyangkut suhu udara penyimpanan Remdesivir yang lebih rendah dari fasilitas yang ada di Indofarma. Selain itu produksi Remdesivir di luar negeri menggunakan medium penyimpanan vial, sementara di Indofarma menggunakan ampul.
Adapula soal hak paten pada bahan baku Remdesivir jika ingin memproduksi di dalam negeri. Kendati demikian, Indofarma kini sedang mencoba menyelesaikan sejumlah masalah tersebut agar Remdesivir bisa diproduksi di dalam negeri.
"Indofarma dapat bahan akhir Agustus (2021), ini potensi bisa diproduksi sendiri," kata Jejen saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, 30 Juli 2021.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyadari adanya kekurangan stok obat seperti Remdesivir dan Actemra di tanah air. "Remdesivir yang kurang, dan tadi Actemra," kata Luhut pada 12 Juli 2021.
Lalu pada 26 Juli 2021, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa Remdesivir, Actemra, dan juga Gammaraas, belum bisa diproduksi di dalam negeri. Di sisi lain, pasokan ketiga obat di seluruh dunia juga sedang terbatas.
Untuk itu, Budi menyebut akan ada impor Remdesivir sebanyak 150 ribu (Juli 2021) dan 1,2 juta (Agustus 2021). "Sekarang kita sudah dalam proses untuk bisa membuat Remdesivir di dalam negeri," kata Budi dalam keterangan tertulis pada 26 Juli 2021.
Berikutnya impor Actemra sebanyak 1.000 vial (Juli 2021) dan 138 ribu vial (Agustus 2021). Lalu, Gammaraas sebanyak 26 ribu (Juli 2021) dan 27 ribu (Agustus 2021). Salah satu yang terlibat adalah Indofarma yang mendatangkan Remdesivir dari India.
"Sampai akhir tahun, kami akan mendatangkan sekitar 1 juta 60 ribu," kata Jejen saat dihubungi di Jakarta, Sabtu. Ini hanya sebagian dari rencana impor. Kemungkinan, kata dia, ada pabrikan lain yang ikut mengimpor.
Indofarma mengimpor Remdesivir dengan merek Desrem dari Mylan, perusahaan farmasi asal Amerika Serikat. Myland memiliki fasilitas laboratorium di Bangalore, India.
Pharma Sales and Marketing Manager Indofarma Darkono juga menjelaskan bahwa perusahaan juga telah mendatangkan 50 ribu vial Remdesivir dari Myland per 19 Juli 2021 dan 70 ribu vial pada 24 Juli 2021.
Selain itu, ada juga 170 ribu vial obat yang dalam proses Redressing. "Jadi total untuk Juli ini kami akan menyediakan Remdesivir di angka 290 ribu vial," kata Darkono dalam diskusi bersama Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh indonesia (PERSI) pada 19 Juli 2021.
Sebenarnya, kata Darkono, Indofarma masih bisa mendatangkan 270 ribu vial Remdesivir lagi untuk Agustus 2021. Akan tetapi, perusahaan masih memiliki keraguan terkait hal ini.
"Apakah nanti permintaan akan tetap tinggi? Karena ini terkait investasi kami," kata Darkono. Sehingga, Indofarma kini dalam posisi menunggu terlebih dahulu.
Selain Remdesivir, kelangkaan juga terjadi pada Tocilizumab. Dikutip dari Bisnis.com pada 28 Juli 2021, laman resmi Kementerian Kesehatan untuk mendapatkan obat terapi Covid-19 yaitu Farmaplus dalam beberapa hari terakhir mencatat produk tersebut kosong atau tidak tersedia.
Salah satu produsennya yaitu Roche Group di Swiss yang memasarkan Tocilizumab dengan merek dagang Actemra. Dalam keterangan pada 17 Juli 2021, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono menyebut pemerintah sudah berkomunikasi langsung dengan Roche di Swiss.
Corporate Affairs and Access PT Roche Indonesia Lucia Erniawati menyebut pihaknya memang kesulitan memenuhi permintaan Actemra saat ini. Tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di seluruh dunia.
Lucia pun membenarkan bahwa sudah ada pembicaraan antara Budi Gunadi Sadikin dan CEO Roche Group. "Tapi belum ada komitmen terkait angka," kata dia dalam diskusi bersama PERSI.
Meski demikian, Lucia menyebut pihaknya kini sedang melipatgandakan produksi internal. Lalu, Roche juga sedang dalam proses kerja sama dengan mitra mereka, Novartis, yang ke depan akan ikut memproduksi obat ini. Akan tetapi, obat tersebut baru akan siap 3 sampai 4 bulan ke depan. "Jadi memang masih cukup lama," kata dia.
FAJAR PEBRIANTO
Baca juga: WHO Rekomendasikan Obat Roche dan Sanofi untuk Kurangi Kematian Akibat Covid-19
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini