Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dialami sejumlah perusahaan rintisan atau startup digital dinilai terjadi karena semakin selektifnya investor mengucurkan dana investasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jenderal Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro mengatakan startup kudu menghemat dana untuk jangka panjang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Salah satu cara adalah langkah-langkah efisiensi,” katanya saat dihubungi Rabu malam, 25 Mei 2022.
Baru-baru ini startup yang bergerak di bidang pendidikan, Zenius, mengumumkan PHK terhadap tenaga kerjanya yang berjumlah 200 orang. Pekerja yang tereliminasi itu mayoritas bekerja sebagai tim produksi dan tim konten.
Tak hanya Zenius, LinkAja pun melakukan PHK terhadap puluhan pekerjanya. Menurut informasi yang dihimpun Tempo, perusahaan dompet digital di bawah naungan badan usaha milik negara (BUMN) itu merampingkan karyawan untuk bagian teknologi informasi.
Masihkah investor minati startup?
Eddi mengatakan sejatinya investasi di perusahaan startup masih menarik bagi investor. Hal itu dilihat baik dari unrealized maupun realized gain atau keuntungan yang belum direalisasi dan yang telah direalisasi.
Namun, investor berharap startup menyusun strategi untuk memperoleh keuntungan. “Startup tidak bisa terus-terusan bakar uang. Harus ada path to profitability,” kata dia.
Adapun untuk memutuskan pendanaan di startup, investor umumnya memiliki sejumlah kriteria. Misalnya traction atau daya tarik, market size, model bisnis, regulasi, kompetisi, profabilitas, founder, dan exit strategy.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan selain terimpit kondisi pandemi Covid-19, banyak startup berguguran karena persaingan yang ketat. Walhasil untuk meraih pengguna, perusahaan-perusahaan rintisan pun banyak membakar uang.
“Sementara, pendanaan kian ke sini juga kian sulit,” ucap Heru.
Sulitnya memperoleh pendanaan umumnya dialami oleh perusahaan layanan yang sudah melewati fase pertumbuhannya, seperti e-commerce, perusahaan pembayaran digital, dan perusahaan travel serta edukasi.
Perusahaan-perusahaan tersebut digantikan dengan arah baru startup yang mengusung kecerdasan buatan, big data analytic, internet of things, dan metaverse.
Bagaimana cara startup bertahan?
“Sehingga bagi startup generasi satu yang kekurangan modal saat ini, perlu efisiensi, masuk ke bursa, mencoba konsolidasi dengan pemain lain atau ya terpaksa gugur,” ucap Heru.
Heru mengatakan agar startup bisa bertahan dengan persaingan bisnis yang semakin sengit dengan mencatatkan saham perdana atau initial public offering (IPO). Syaratnya, perusahaan memiliki ekosistem pengguna yang cukup banyak dan telah cukup memperoleh pendanaan.
Startup, kata Heru, tidak bisa lagi bertopang pada pendanaan venture global. “Memang banyak startup sudah membuktikan keuntungan konsisten, tapi memang perjalanan masih berat karena ada pengembalian pendanaan investor,” ucapnya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | CAESAR AKBAR
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.