Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Pangkalpinang -Anggota Komisi V DPR RI Bambang Haryo Soekartono mengkritisi rencana pemerintah untuk membangun jembatan penghubung antara Pulau Bangka dengan Sumatera. Mega proyek yang diprediksi menelan dana mencapai Rp 15 Triliun itu dinilai akan mubazir karena kurang efektif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Buat apa bangun jembatan itu karena kendaraan yang lewat diprediksi cuma 200 kendaraan per hari. Itu berarti setiap satu jam tidak lebih dari 10 kendaraan yang lewat. Biayanya Rp 15 Triliun. Ini akan saya cegah supaya tidak terjadi," ujar Bambang kepada wartawan di Pangkalpinang, Jumat, 30 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bambang menuturkan pembangunan jembatan Bangka - Sumatera tidak sesuai dengan konsep Presiden Jokowi yang mengedepankan pembangunan sektor maritim. Dia mencontohkan pembangunan jembatan Merak - Bakaheuni dan Jawa - Bali yang batal karena Jokowi lebih suka membangun sektor maritim.
"Bangka - Sumatera Rp 15 triliun. Sedangkan Surabaya - Madura hanya Rp 3 triliun dan aksesnya ramai karena setiap menit bisa 10 kendaraan yang lewat. Beda dengan Bangka - Sumatera yang per jam diprediksi tidak lebih dari 10 kendaraan," ujar dia.
Politikus Partai Gerindra itu meminta pemerintah mengkaji kembali agar pengeluaran uang negara bisa dimanfaatkan dengan baik dan tepat sasaran.
"Jangan sampai buang-buang duit dan tidak bermanfaat untuk kepentingan ekonomi masyarakat. Akhirnya beban pemerintah akan lebih berat lagi. Hutang lebih banyak lagi," ujar dia.
Bambang menambahkan Pulau Bangka lebih strategis dibangun pelabuhan besar karena letaknya dekat tol laut dan berada di dua poros maritim utama Indonesia, yakni domestik dan internasional.
"Masuk akal jika pemerintah daerah ada rencana mengembangkan pelabuhan baru yang bisa menjadi daerah industri terintegrasi dengan pelabuhan besar internasional. Apalagi Pulau Bangka pernah dijadikan studi riset Inggris untuk menggantikan Singapura yang sudah padat," ujar dia.