Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, menilai ajakan Presiden Joko Widodo alias Jokowi agar masyarakat membenci produk asing tidak konsisten dengan kebijakan pemerintah. Menurut Bhima, selama ini konsumen dalam negeri masih dimanjakan dengan produk impor Cina murah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pemerintah terkesan diam saja ketika alur distribusi impor barang konsumsi melibatkan suntikan modal dari investor asing ke platform e-commerce,” ujar Bhima saat dihubungi Tempo pada Jumat, 5 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bhima mengatakan Cina memiliki sentra produksi bernama Taobao Village. Produk-produk di sentra produksi itu dijual menggunakan platform khusus bernama Taobao yang dikembangkan Alibaba.
Agar produk berharga murah, pemerintah Cina melakukan berbagai upaya. Misalnya, memberikan subsidi kepada pelaku usaha rumahan, dan membantu biaya bea keluar barang, serta mengucurkan bantuan logistik.
Konsep Taobao Village kemudian berkembang dengan orientasi pasar negara berkembang, seperti Indonesia. Alibaba sebagai pengembang Taobao melakukan suntikan modal besar besaran kepada platform e-commerce lokal sehingga e-commerce tersebut dapat menggelar promo diskon hingga gratis ongkos kirim.
Strategi ini, menurut Bhima, cukup berhasil membuat produk impor barang konsumsi dominan di marketplace. Dengan demikian, Bhima mengimbuhkan, kehadiran platform e-commerce menyuburkan barang-barang impor.
Apalagi, impor bisa dilakukan door to door dan pemerintah dianggap tidak memiliki kebijakan konkret dalam mengendalikan masuknya produk-produk asing.
Menyitir Studi Indef, Bhima membeberkan produk buatan lokal yang saat ini diperdagangkan secara daring atau online porsinya baru sebesar 25,9 persen.
Di sisi lain, pemerintah tak bisa menampik bahwa dalam enam tahun terakhir, impor produk asing--khususnya bahan baku dan barang modal--banjir untuk kepentingan pembangunan proyek infrastruktur. Bhima mencontohkan impor besi baja pada 2019 yang nilainya mencapai US 10,3 miliar.
Meski pada 2020 impor komoditas itu turun menjadi US$ 6,8 miliar, kondisi tersebut semata diakibatkan oleh melemahnya kinerja infrastruktur karena pandemi Covid-19. “Kalau proyek jalan normal, impor besi bajanya melesat lagi. Jadi dimulai dari proyek pemerintah sendiri, ruang impor materialnya kurang dikendalikan,” tutur Bhima.
Berangkat dari situasi ini, Bhima mengatakan pemerintah semestinya tak sekadar mengeluarkan slogan untuk membenci produk asing atau meningkatkan kesukaan pada produk dalam negeri. Ia meminta pemerintah merilis kebijakan yang langsung dirasakan masyarakat untuk membendung impor.
Misalnya, melakukan pembatasan maksimal 30 persen untuk barang impor yang boleh dijual di platform ecommerce. Pembatasan bisa dilakukan berdasarkan country of origin atau negara tempat produksi asal.
Presiden Jokowi sebelumnya meminta masyarakat lebih menyuarakan kampanye mencintai produk dalam negeri. Namun, hal itu saja tak cukup. Jokowi menyampaikan agar masyarakat menggaungkan benci barang luar negeri.
“Ajakan-ajakan untuk cinta produk-produk kita sendiri, produk-produk Indonesia harus terus digaungkan, produk-produk dalam negeri. Gaungkan juga benci produk-produk dari luar negeri,” kata Jokowi dalam rakernas Kementerian Perdagangan, Kamis, 4 Maret lalu.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA