Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Hubungan Legislatif Kamar Dagang dan Industri Indonesia atau Kadin, Dede Indra Permana Soediro menyebut mekanisme perdagangan karbon kredit saat ini telah berjalan di negara maju dengan insentif berbasis pasar bagi pihak yang berhasil menurunkan karbon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dede mengatakan di bursa karbon dunia pada 2023 mencatat nilai perdagangan hingga US$ 480 miliar atau setara Rp 8.000 triliun. "Indonesia mempunyai hutan tropis ketiga terbesar di dunia dengan luas area 125,9 juta hektar mampu menyerap 25 miliar ton emisi karbon. Apabila Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dapat memanfaatkan potensi perdagangan karbon kredit maka bisa dibayangkan berapa besar pemasukan negara melalui pajak dan PNBP,” kata Dede seperti dikutip dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 20 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dede yang juga anggota Komisi III DPR RI ini menambahkan potensi pasar internasional untuk perdagangan karbon kredit ini sangat masif. Namun, ia menyayangkan regulasi di Indonesia belum memfasilitasi ini.
"Sayangnya regulasi kita belum memperbolehkan perdagangan karbon kredit di perdagangan internasional. Harapan kami akan ada pembahasan terkait regulasi perdagangan karbon kredit untuk pasar internasional sehingga kita tidak tertinggal dari negara-negara maju yang telah lebih dulu memasuki perdagangan kredit karbon ini,” kata dia.
Dia menilai karbon kredit di Indonesia terlalu besar kalau hanya diperdagangkan dala bursa karbon dalam negeri. Dia berharap Indonesia memiliki payung hukum yang lebih kuat untuk memfasilitasi perdagangan karbon kredit di pasar internasional.
Tak hanya itu, Dede menegaskan bahwa dengan adanya regulasi ini pastinya akan menambah nilai tambah bagi pemerintah, apalagi isu perdagangan karbon kredit sedang ramai dibicarakan di pasar internasional. "Indonesia harus menjadi negara maju dengan berbagai terobosan yang ada," kata Dede.
Pilihan editor: Mengapa Bursa Karbon Masih Sepi?