Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah atau Kemenkop UKM telah meminta e-commerce melakukan take down postingan yang menjual pakaian bekas impor. Bagaimana tanggapan Facebook?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pertanyaan ini dijawab oleh Country Managing Director untuk Meta Indonesia, Pieter Lydian, dalam acara Ngobrol Media di Sudirman, Jakarta Selatan. Dia menyebut, fitur marketplace di Facebook hanya nama saja, tapi sebenarnya lebih seperti iklan baris.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Jadi kita tidak me-regulate konten, dan tidak ada transaksi pembelian di situ," ujar Pieter pada Jumat, 24 Maret 2023.
Berdasarkan pantauan Tempo di aplikasi Facebook hari ini, fitur marketplace di Facebook menyediakan berbagai barang yang dijual oleh pengguna Facebook, seperti ponsel pintar, makanan, perabot rumah tangga, pakaian, dan lain sebagainya.
Ketika dicari 'baju import' di laman pencarian, salah satu keyword yang direkomendasikan adalah 'baju import bekas murah'. Ketika keyword tersebut diklik, nampak sejumlah pengguna Facebook menawarkan pakaian impor bekas. Ada yang dijual dalam bentuk paket usaha yang terdiri dari beberapa pakaian, dan ada juga yang dijual dalam bentuk bal.
Sebelumnya, Kemenkop UKM telah meminta e-commerce melakukan take down terhadap pakaian bekas impor yang dijual para seller. Dengan begitu, kata kunci 'baju bekas' tidak lagi ditemukan dalam pencarian platform e-commerce.
“Kami harap Minggu depan tidak ada lagi (keyword) ‘baju bekas’ yang masih gampang kita cari,” kata Deputi Bidang UKM KemenKop UKM, Hanung Harimba Rachman, di kantor Kemenkop UKM, Kamis, 16 Maret 2023.
Selanjutnya: Dampak thrifting terhadap UMKM
Hanung, sapaannya, menegaskan bahwa larangan impor pakaian bekas sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Dia melanjutkan dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. “Karena thrifting ini jelas banyak dampak negatif kepada UMKM lokal hingga berdampak pada lingkungan,” kata Hanung.
Menurut Hanung, berjualan pakaian bekas impor menghancurkan industri dalam negeri karena mengambil pangsa pasar dari kelas menengah ke bawah. Padahal, tuturnya, pasar tersebut mestinya menjadi pasar UKM tanah air. "Mereka ingin beli barang branded dengan harga murah," ujar Hanung.
Impor pakaian besar, kata dia, biasanya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Tidak jarang, pakaian bekas itu diselundupkan atau melalui jalur ilegal. Parahnya, sebagian pakaian bisa dipakai, sedangkan sebagian lain berupa sampah yang mesti dimusnahkan.
Karena itu, dia menilai impor pakaian bekas juga menyangkut permasalahan lingkungan. "Itu yang ingin kami lawan, karena untuk memusnahkannya juga butuh biaya besar. Treatment limbah itu berbeda," ujar Hanung.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.