Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kementerian Energi Dorong PLN Lebih Agresif

Pembatasan izin usaha penyediaan listrik berpotensi menghambat investasi.

7 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • PLN kelebihan pasokan akibat menurunnya konsumsi listrik di tengah pandemi.

  • Menteri BUMN Erick Thohir mendorong pelaku usaha menggunakan listrik dari PLN.

  • Permintaan yang sama disampaikan Erick Thohir kepada Menteri ESDM dan Kepala BKPM.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mendorong PT PLN (Persero) lebih agresif memasarkan produk demi meningkatkan penjualan listrik. “Caranya dengan menunjukkan diri bahwa produk PLN lebih kompetitif dari segi kualitas dan harga,” ujar Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Hendra Iswahyudi kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dorongan tersebut merupakan respons atas surat Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir yang dikirim pada 18 September lalu. Kepada Menteri ESDM, Erick menyampaikan kondisi PLN yang mengalami kelebihan pasokan akibat menurunnya konsumsi listrik di tengah pandemi. “Kami harapkan dukungan saudara untuk mendorong pelaku usaha menggunakan listrik yang disediakan PT PLN, antara lain dengan membatasi pemberian izin usaha penyediaan listrik dan captive power,” demikian Erick menulis.

Dalam suratnya, Erick juga meminta bantuan untuk PLN dengan mempertimbangkan beberapa hal saat menyesuaikan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2020-2029. Selain kapasitas infrastruktur ketenagalistrikan yang telah dan sedang dibangun, penyusunan RUPTL perlu memperhatikan proyeksi permintaan listrik. Faktor lain yang menurut Erick harus menjadi perhatian adalah kemampuan pendanaan proyek kelistrikan, baik yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun keuangan PLN.

Ihwal permintaan untuk membatasi izin usaha penyediaan listrik dan pengalihan captive power, Kementerian ESDM menyatakan kewenangan tersebut berada di tangan pemerintah daerah. Adapun usaha penyediaan listrik yang telah berlangsung dipastikan akan terus berjalan. “Itu berdasarkan RUPTL dan tentunya sudah diperhitungkan sebelumnya,” ujar Hendra.

Permohonan bantuan untuk PLN juga disampaikan Erick kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia. Erick berharap BKPM dapat mendorong pelaku usaha menggunakan listrik yang disediakan PLN. Dia menjamin perusahaan pelat merah itu berkomitmen menyediakan kebutuhan tenaga listrik yang andal dengan tarif kompetitif. Bahlil tak merespons permintaan konfirmasi Tempo mengenai surat ini.

Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menyatakan surat untuk Menteri ESDM dan Kepala BKPM itu dikirim untuk mendorong penjualan listrik PLN. Menurut dia, Erick melihat potensi pemanfaatan pasokan listrik yang berlebih. Dia mencontohkan, jika ada industri baru yang membutuhkan listrik, mereka tidak perlu membuat pembangkit lagi karena telah disediakan PLN. “Karena sudah oversupply, bagus memanfaatkan yang sudah ada,” kata dia.

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril menyatakan kapasitas captive power saat ini lebih dari 2.000 MW. “Jika 75 persen dari total kapasitasnya dialihkan ke PLN, bisa meningkatkan penjualan listrik 6,57 TWh dalam satu tahun,” ujarnya. Dengan skenario tersebut, pertumbuhan penjualan listrik rata-rata tahunan PLN bisa meningkat 2,7-3 persen.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa menyatakan pembatasan izin usaha penyediaan listrik dan captive power memiliki implikasi negatif jika dikabulkan Kementerian ESDM. “Izin usaha sudah memiliki payung hukum, bahkan ada undang-undangnya, sehingga wajib diberikan pemerintah jika ada yang mengajukan dan sesuai dengan persyaratan,” kata dia.

Selain itu, larangan ini akan berpengaruh pada persepsi investasi di dalam negeri. Penyediaan listrik mandiri, menurut Faby, banyak dimanfaatkan perusahaan untuk efisiensi. Dia mencontohkan perusahaan yang mengelola limbah dan memanfaatkan cogeneration. Tak sedikit pula perusahaan multinasional yang berkomitmen terhadap energi bersih dan menerapkan energi terbarukan, seperti menggunakan PLTS atap di kantor cabangnya di Indonesia. “Jika mereka dilarang menghasilkan listrik sendiri, ada potensi mereka ragu untuk ekspansi ke sini,” kata Faby.

FAJAR PEBRIANTO | VINDRY FLORENTIN


 

Kementerian Energi Dorong PLN Lebih Agresif

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus