Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan membantah dibilang tak acuh terhadap produk kesehatan wanita. Ketidakpedulian Kementerian itu dilontarkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), kemarin, karena lembaga pimpinan Nila Moeloek itu tak menanggapi surat terkait dengan temuan zat klorin pada pembalut dan pantyliner.
"Kami tidak terima surat apa pun dari YLKI," kata Maura Linda Sitanggang, Direktur Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, di kantornya, Rabu, 8 Juli 2015. Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Arianti Anaya, yang mendampingi Linda, menyampaikan hal serupa.
Terkait dengan masalah kandungan klorin dalam pembalut dan pantyliner, Kementerian menyatakan ada kesalahan persepsi. Menurut Linda, yang ditemukan adalah residu klorin dari proses pemutihan. Residu ini tak berbahaya karena bukan gas klorin.
Pada proses produksinya, pembalut wanita memang melalui proses pemutihan benang seluloid. Metode yang digunakan dan sesuai dengan petunjuk Food and Drug Association (FDA) adalah:
1. Elemental chlorine free (ECF), yang menggunakan klorin dioksida. Zat ini sudah dinyatakan bebas dioksin.
2. Totally chlorine free (TCF), pemutihan yang menggunakan hidrogen peroksida dan bebas dioksin.
"Selama proses ini pun tak diperbolehkan menambahkan klorin," tutur Linda. Hal ini berlaku juga untuk produsen sembilan pembalut dan tujuh pantyliner yang dituding mengandung klorin.
Kemenkes juga rutin melakukan uji sampel untuk produk yang sudah beredar di pasaran. Linda mengatakan, selama 2012-2015, tak ditemukan pembalut yang tak memenuhi syarat kesehatan. Kalaupun ada, produsen yang bersangkutan harus menarik barangnya dari pasar.
Sebelumnya, YLKI menuding 16 pembalut dan pantyliner tak memenuhi syarat karena mengandung klorin dengan kadar 5-55 pml. Zat ini dinyatakan berbahaya karena dapat menyebabkan kanker leher rahim, kemandulan, dan keputihan.
YLKI mengaku sudah melayangkan surat ke Kemenkes tertanggal 8 April 2015. YLKI memaparkan hasil penelitian dan memohon tanggapan dari pihak Kementerian.
URSULA FLORENE SONIA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini