Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kiki Widyasari Raih Gelar Doktor Predikat Cum Laude di UGM

Direktur Utama PT KSEI, Friderica Widyasari Dewi meraih gelar doktor dengan predikat cum laude di Universitas Gadjah Mada atau UGM.

27 Januari 2019 | 10.25 WIB

Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Friderica Widyasari Dewi meraih gelar doktor dengan predikat cumlaude di  di Auditorium Sekolah Pascasarjana UGM, Sabtu siang, 26 Januari 2019. TEMPO/MUH SYAIFULLAH
Perbesar
Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Friderica Widyasari Dewi meraih gelar doktor dengan predikat cumlaude di di Auditorium Sekolah Pascasarjana UGM, Sabtu siang, 26 Januari 2019. TEMPO/MUH SYAIFULLAH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Friderica Widyasari Dewi meraih gelar doktor dengan predikat cum laude di Universitas Gadjah Mada atau UGM. Ia mengambil program studi Ilmu Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan, Sekolah Pascasarjana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perempuan 43 tahun yang akrab disapa dengan Kiki Widyasari lulus usai mempertahankan disertasinya dalam ujian terbuka di Auditorium Sekolah Pascasarjana UGM, Sabtu siang, 26 Januari 2019. Disertasi yang membawa Friderica meraih gelar ini berjudul “Analisis Dampak Struktur Kepemilikan terhadap Nilai Perusahaan dan Risiko pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia”.

Penelitian dimotivasi oleh fakta bahwa perkembangan pasar modal di Indonesia walaupun telah menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. "Namun masih jauh dari tingkat kedalaman dan pemenuhan kebutuhan pendanaan yang mampu mendukung kebutuhan pembangunan di Indonesia,” kata Kiki Widyasari, Sabtu, 26 Januari 2019.

Selain kedalaman pasar modal, tingkat partisipasi investor domestik dibandingkan total jumlah penduduk Indonesia pun masih sangat kecil, yakni kurang dari satu persen. Angka ini masih tertinggal dibanding negara-negara lain di kawasan Asia.

Persentase kepemilikan investor asing pun masih tergolong besar, dan kondisi ini tentunya meningkatkan risiko capital flight dalam kondisi tertentu. Tentunya, ini belum sepenuhnya memenuhi tujuan UU Pasar Modal no. 8 1995 bahwa pasar modal sebagai salah satu pendukung pembangunan nasional dan sebagai wahana investasi masyarakat untuk dapat menikmati kesejahteraan secara bersama-sama dengan berpartisipasi secara langsung.

Dalam disertasinya, beberapa faktor dapat menjelaskan lambatnya pertumbuhan ini, namun penelitian ini menyoroti dari sisi tata kelola korporasi yang ada di pasar modal Indonesia. Penelitian La Porta, Lopez-de-Silanes, dan Shleifer (1999) menemukan bahwa negara-negara yang mengadopsi French Civil Law cenderung memiliki struktur kepemilikan yang lebih terkonsentrasi yang mengarah pada kepemilikan piramidal yang dikuasai oleh keluarga.

Indonesia adalah salah satu negara yang menganut sistem hukum Civil Law tersebut, Kondisi-kondisi ini mengarah pada potensi ekspropriasi dan pada akhirnya merugikan publik (Faccio, Lang, dan Young 2001, Claessens et al. 1999). Argumen dan penelitian-penelitian ini lah yang menjadi argumen utama peneliti untuk menjelaskan laju pertumbuhan pasar modal Indonesia yang belum optimal, terutama dalam hal jumlah investor dan emiten.

Untuk merancang sebuah kebijakan yang dapat menangani permasalahan ini tentu harus didukung dengan bukti empiris (evidence-based policy). Untuk itu penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh struktur kepemilikan, identitas pemilik pengendali, dan potensi ekspropriasi oleh pemilik ultimat melalui struktur kepemilikan yang rumit (piramidal) terhadap nilai dan risiko perusahaan.

Kiki Widyasari menggunakan data perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2011-2015 dan alat analisis yang robust. Penelitian dalam disertasi  ini secara empiris menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara konsentrasi kepemilikan perusahaan pada satu pihak tertentu dengan nilai perusahaan.

“Artinya, argumen ekpropriasi oleh pemilik mayoritas dibuktikan dalam penelitian ini, bahwa semakin besar hak kendali perusahaan (hak voting) pada satu pihak tertentu (pemilik pengendali) akan memperbesar risiko ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas,” kata Kiki Widyasari.

Namun demikian, konsentrasi kepemilikan tidak terbukti mempengaruhi risiko perusahaan. Terkait dengan identitas pengendali perusahaan, penelitian ini membuktikan bahwa identitas pemilik pengendali memiliki pengaruh yang berbeda terhadap nilai dan risiko perusahaan.

Misalnya, perusahaan yang dikendalikan Pemerintah cenderung memiliki kinerja yang lebih baik dibanding perusahaan yang dikendalikan oleh non-pemerintah. Sementara itu, kepemilikan oleh individual justru menurunkan nilai perusahaan.

Untuk potensi ekspropriasi oleh pemilik ultimat, dengan menelusuri struktur kepemilikan perusahaan-perusahaan ini lebih jauh hingga sampai pemilik ultimatnya, secara empiris penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar potensi ekspropriasi, yang diukur dengan perbedaan antara hak kendali dan hak arus kasnya, maka semakin besar pula risiko total perusahaan dan semakin rendah nilainya.

Dengan bukti empiris penelitian ini, maka kebijakan yang dapat disarankan adalah untuk meningkatkan kualitas tata kelola perusahaan untuk mengurangi kesenjangan informasi antara pemegang saham mayoritas dan minoritas. Khususnya keterbukaan informasi mengenai struktur kepemilikan dan kepemilikan ultimatnya, serta kebijakan yang melindungi investor minoritas.

Hasil penelitian ini menyediakan bukti relevansi dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 7, 8 dan 11 Tahun 2017, yang mewajibkan perusahaan untuk melaporkan kepemilikan baik langsung maupun tak langsung.

“Hendaknya laporan kepemilikan ultimat tersebut tidak hanya untuk OJK, namun juga untuk publik, yaitu dengan melaporkannya dalam situs web perusahaan, laporan berkala dan laporan keuangan tahunan yang diaudit oleh kantor akuntan publik (KAP),” kata Kiki Widyasari.

Hal ini untuk memudahkan investor menemukan informasi kepemilikan perusahaan. Kemudian, yang tidak kalah penting adalah penegakan (enforcement) peraturan tersebut secara tegas oleh regulator. Selain itu adalah usulan agar pembukaan rekening investasi dilakukan oleh penerima manfaat ultimat.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis  UGM Prof. Dr. Eduardus Tandelilin, M.B.A lalu menyampaikan ucapan selamat kepada Kiki Widyasari. “Selamat kepada Saudari Friderica, semoga ilmu dan juga gelar yang didapat bisa bermanfaat untuk karir ke depan,” katanya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus