Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kurir Diamuk Pelanggan Saat COD, SiCepat Express dan Jasa Pengiriman Buka Suara

CMO SiCepat Express Indonesia Wiwin Dewi Herawati gemas dengan maraknya kasus pembeli online memaki-maki kurir saat COD.

31 Mei 2021 | 06.21 WIB

SiCepat
Perbesar
SiCepat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Chief Managing Officer (CMO) PT SiCepat Express Indonesia Wiwin Dewi Herawati mengaku gemas dengan maraknya kasus pembeli online memaki-maki kurir lantaran paket yang diterima tidak sesuai dengan barang yang dibeli saat transaksi cash on delivery atau COD. Padahal pihak jasa pengiriman berikut kurirnya hanya bertugas mengirimkan barang dari penjual kepada pembeli.

"Jadi kalau untuk pengguna layanan COD pada saat menerima barangnya dirasa tidak sesuai, sebaiknya langsung dikembalikan ke kurir karena nanti kurir akan mengembalikan ke penjual. Barangnya mencurigakan, sebaiknya saya enggak terima ya, silakan dikembalikan ke sellernya, seperti itu bisa karena kan kalau kurir hanya mengantar. [Paket] jangan dibuka. Kalau sudah dibuka ya harus bayar," kata Wiwin dalam pernyataannya kepada wartawan, dikutip Minggu, 30 Juli 2021.

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) M. Feriadi mengaku prihatin lantaran kasus di mana kurir dimaki pelanggan saat melakukan transaksi COD atau bayar di tempat saat barang diterima kembali terulang.

Dia menjelaskan, COD merupakan bentuk kesepakatan antara penjual dengan pembeli. Artinya, dalam hal ini keluhan pelanggan bisa dikatakan tidak ada kaitannya dengan kurir.

"Tugas kurir hanya menjemput dan mengantarkan kiriman dari pengirim ke alamat penerima yang dituju. Dalam bahasa sederhananya, ada uang ada barang. Jadi kalau memang ada hal yang tidak sesuai, harusnya ini dikomunikasikan kembali dengan si penjual karena itu menjadi tanggung jawabnya penjual," katanya.

Dia berharap adanya edukasi yang lebih maksimal terhadap masyarakat. Pasalnya, ketika ditanya apakah sistem ini sebaiknya dihapuskan agar tren ini tidak berulang, Feri mengaku hal itu bisa jadi pilihan terakhir.

Sebab, menurutnya, sistem COD diperlukan karena masih banyak masyarakat yang tidak punya akses ke digital payment maupun akses non tunai seperti kartu kredit, rekening bank dan lainnya sehingga metode COD jadi pilihan yang membantu.

"Pertama tentu harus ada edukasi kepada masyarakat bahwa COD ini merupakan kesepakatan antara penjual dan pembeli. Jadi bukan produknya kurir," katanya.

Dia menambahkan, ada banyak dampak yang akan timbul bila COD dihapuskan. Menurutnya, adanya layanan COD turut menambah trafik atau volume kiriman pada perusahaan jasa pengiriman.

"Bayangkan kalau [COD] ini dihapus, dampaknya pasti ada di perusahaan jasa pengiriman," ujarnya.

Bagi Asperindo, sambungnya, hal yang paling penting dan utama adalah bagaimana pihak penjual bisa melakukan sosialisasi yang lebih maksimal terhadap masyarakat supaya mereka lebih paham COD itu apa, siapa yang bertanggung jawab kalau ternyata barang yang dibeli tidak sesuai.

"Kalau (COD) ini sampai dihapus tentu dampaknya akan ke mana-mana. Itu mungkin opsi yang terakhir lah kalau emang terpaksa harus diambil," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus