TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman
Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah tidak menyerahkan proyek pembangunan kereta semi-cepat Jakarta-Surabaya kepada perusahaan asal Cina, Chairman Railway Construction Corporation Limited. Sebab, pemerintah kadung memilih bekerja sama dengan perusahaan asal Jepang, Japan International Cooperation Agency (JICA).
“Ya saya pikir kita masih memilih Jepang. Jepang juga pingin masuk ke situ,” ujar Luhut di kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, 9 September 2019.
Luhut menyebutkan JICA merupakan investor jangka panjang di Indonesia untuk pembangunan transportasi massal berbasis kereta. Contohnya ialah pembangunan kereta moda raya terpadu atau MRT. MRT merupakan kerja sama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pemerintah pusat, dan JICA.
Meski begitu, Luhut tak ingin Jepang mengunci proyek pembangunan kereta di Indonesia. Dia berharap Indonesia tetap memiliki kebebasan untuk mengembangkan lokal konten dan transfer energi.
Pemerintah saat ini tengah merampungkan studi untuk pembangunan kereta semi-cepat tersebut. Luhut memperkirakan pembangunan infrastruktur dasar akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Saya kira sekarang studinya masih difinalisasikan. Kita lihat saja nanti,” ujarnya.
Luhut pernah menyampaikan bahwa perusahaan Cina tertarik menggarap proyek kereta semi-cepat Jakarta-Surabaya. Namun, ketertarikan tersebut sebatas niat.
Adapun proyek pembangunan kereta semi-cepat direncanakan berjalan pada pertengahan 2020. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa Indonesia tengah mempersiapkan kontrak kerja sama dengan JICA.
Sebelum menyiapkan nota kesepahaman, pemerintah bakal melakukan studi kelayakan.
Budi Karya mengatakan pihak Jepang akan melakukan survei lebih dulu untuk menetapkan desain dan menghitung anggaran. "Ini sama seperti dilakukan di MRT kan butuh waktu panjang tetapi kita tetap puas dengan yang dilakukan karena persiapan begitu matang, enggak ada lagi suatu deviasi berkaitan dengan teknik dan risiko teknik sudah diperhitungkan dengan baik," kata Budi.
Budi mengatakan proyek ini membutuhkan nilai investasi sekitar Rp 60 triliun atau lebih kecil dari hitungan JICA sebelumnya yang mencapai Rp 90 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | CAESAR AKBAR