Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Menteri BUMN di era Presiden BJ Habibie Tanri Abeng menyamakan krisis ekonomi akibat Covid-19 dengan krisis di tahun 1998. Hal ini berbeda dengan penilaian sejumlah pengamat ekonomi yang menyebut bahwa krisis COVID-19 berbeda dengan krisis moneter 22 tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Mengenai krisis COVID-19 apakah ini sama sebenarnya dengan krisis 1998? Saya mengatakan bakal banyak sekali persamaannya karena pandemi COVID-19 ini memengaruhi ketahanan ekonomi," kata Tanri Abeng dalam seminar daring di Jakarta, Senin, 18 Mei 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dia menjelaskan bahwa mula-mula krisis memengaruhi APBN yang akan mengalami penurunan signifikan. Ini sama persis dengan krisis 1998. Kemudian pandemi COVID-19 akan memengaruhi pergerakan nilai tukar atau kurs rupiah, krisis tersebut akan masuk di situ.
Lalu krisis COVID-19 pasti akan memengaruhi pertumbuhan. Di tahun 1998 pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami minus 14 persen. Lalu nilai tukar Rupiah melonjak dari Rp 2.400 ke Rp 16.000.
"Ini mungkin tidak seperti itu tetapi trennya akan memengaruhi fiskal berarti defisit, kalau sudah defisit apakah pemerintah harus mencetak uang atau mengambil pinjaman," kata Tanri Abeng.
Kemudian pergerakan nilai tukar Rupiah yang merupakan bagian penting dalam struktur perekonomian Indonesia.
"Dari Krisis 1998 itu supaya kita belajar apa yang dilakukan pada saat krisis tersebut ada dewan pemantapan ketahanan ekonomi yang berpola krisis," katanya.
Dengan demikian maka Indonesia bisa mengatasi kondisi-kondisi yang berdampak negatif pada 1998 sehingga pada akhir 1999 semua kondisi perekonomian telah berjalan normal.
Mantan Menteri BUMN periode 1998-1998 juga merasa khawatir jika roda perekonomian yang saat ini terimbas secara negatif oleh pandemi COVID-19 tidak segera dituntaskan, maka krisis ekonomi bisa terulang kembali saat ini. "Saya khawatir kondisi yang terjadi pada tahun 1998 bisa terulang kembali di krisis saat ini," katanya.
Sebelumnya Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira menyebut bahwa banyak yang keliru membandingkan krisis ekonomi akibat COVID-19 ini dengan krisis 2008 atau krisis moneter pada tahun 1998. Dua krisis tersebut dinilai tidak ada apa-apanya karena Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO langsung menyimpulkan bahwa kondisi krisis ekonomi COVID-19 sekarang mirip dengan Great Depression atau Depresi Besar dunia pada tahun 1930-an.
Sedangkan Ekonom Chatib Basri mengatakan dampak ekonomi dari pandemi virus corona saat ini berbeda dengan krisis di tahun 1998 sebab kondisi saat ini juga berdampak pada sektor kesehatan dan sosial.