Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menunggang Peluang Turunnya Harga Minyak

18 Januari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JIKA reaksi pasar yang menjadi ukuran,teroris yang beraksi pada Kamis pekan lalu benar-benar mati konyol. Menanggapi aksi brutal itu, pasar keuangan bergeming, tegar. Teroris itu gagal total.

Bahkan, ketika bom meledak dan baku tembak merebak, Dewan Gubernur Bank Indonesia justru memangkas suku BIRate0,25 persen, menjadi 7,25 persen. Logikanya, penurunan bunga patokan di tengah serbuan teroris adalah kombinasi buruk yang bisa menjungkalkan nilai rupiah.

Nyatanya, reaksi pasar biasa saja. Nilai rupiah cuma tergerus sedikit. BI menjual satu dolar Amerika Serikat seharga Rp 13.946 pada 14 Januari 2016, di hari serangan teror dan saat bunga turun. Bandingkan dengan harga satu dolar Amerika di BI sehari sebelumnya, sebesar Rp 13.930.

Apa yang membuat rupiah seolah-olah tak peduli pada penurunan BIRateataupun aksi teror? Padahal, sejak awal tahun, pasar keuangan global porak-poranda terseret hancurnya pasar saham di Cina dan turunnya kurs yuan terhadap dolar Amerika sebesar 1,5 persen. Indeks FT World Index, yang mengukur nilai semua saham di pasar keuangan utama dunia, sempat melorot 6 persen pada pekan pertama 2016. Senilai US$ 2,3 triliun musnah menguap karena penurunan harga saham-saham itu. Mata uang negara-negara berkembang, dari rubel Rusia hingga rand Afrika Selatan, seolah-olah berlomba menyentuh titik nadir nilainya.

Rupiah tidak turut tersungkur, salah satunya, karena harga minyak dunia juga semakin ambles. Harga Brent, patokan utama pasar global, sempat jatuh ke bawah US$ 30 per barel—terendah dalam 12 tahun. Jatuhnya harga minyak yang sedemikian dalam membuat permintaan dolar untuk membayar impor minyak mentah dan bahan bakar minyak juga anjlok tajam.

Nilai transaksi dolar-rupiah terhitung tipis dalam skala pasar mata uang global. Walhasil, penurunan permintaan dolar karena anjloknya harga minyak sungguh terasa sebagai pertolongan yang berarti. Rupiah tidak tertekan terlalu hebat ketika mata uang negara berkembang lain bertumbangan. Agaknya ini pula yang menjadi pertimbangan BI sehingga berani menurunkan BIRate. Apalagi stok minyak dunia yang melimpah sepertinya akan membuat harga minyak belum akan kembali melompat dalam waktu dekat.

Sekarang, setelah bunga turun, giliran pemerintah perlu beraksi dengan respons kebijakan yang tepat sehingga harga barang-barang sampai biaya logistik dapat turun bersamaan dengan tergelincirnya harga minyak. Harga dan ongkos yang lebih murah jelas dapat menjadi perangsang, menggerakkan ekonomi lebih kencang.

Setelah menurunkan harga BBM, pemerintah seharusnya juga berunding dengan pengusaha untuk mencari cara agar masyarakat dapat berbelanja barang-barang esensial, seperti semen dan besi baja, dengan lebih murah. Pengaturan berbagai kuota yang membuat harga pangan, seperti beras, daging ayam, dan daging sapi, masih bertahan tinggi harus segera beralih rupa menjadi kebijakan yang berbuah penurunan harga.

Yang juga tak kalah mendesak, untuk sementara pemerintah harus rela mengecilkan perannya dalam ekonomi. Turunnya harga minyak jelas menggerus pendapatan negara. Tak ada lagi uang karena memungut pajak yang lebih besar dalam masa sulit ini hanya akan berbuah bencana.

Maka, selain memangkasbelanja yang tak perlu, pemerintah harus rela menyisir ulang semua proyeknya. Ini tidak sulit, asalkan ada kesadaran di pucuk pimpinan tertinggi untuk mau melihat kenyataan.

Yopie hidayat Kontributor Tempo


KURS
Rp per US$ Pekan sebelumnya 13.946
13.877 Penutupan 14 Januari 2016

IHSG
Pekan sebelumnya 4.530
4.513 Penutupan 14 Januari 2016

INFLASI
Bulan sebelumnya 4,89%
3,35% Desember 2015 YoY

BI RATE
Bulan sebelumnya 7,5%
7,25%

CADANGAN DEVISA
30 November 2015 US$ 100,24 miliar
US$ miliar 105,93 31 Desember 2015

Pertumbuhan PDB
2015 4,73%
5,3% Target 2015

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus