Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menunggu Garis Jatuh 180

Ramalan jatuhnya Dollar terhadap Yen berubah terus dari 210-180. Yang paling parah adalah defisit perdagangan AS dengan Jepang. Harga Yen yang tinggi akan melemahkan daya saing barang Jepang di AS. (eb)

12 Agustus 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAMALAN di pasar uang dunia berkali-kali berobah. Terutama tentang sampai berapa jauh akan jatuhnya nilai dollar terhadap Yen. Mereka pernah meramalkan 210 Yen sebagai terendah. Kemudian diramalkan, ya, 205 sebagai terendah. Sesudah itu ada lagi ramalan 200 sebagai paling rendah. Ternyata ia masih jatuh lagi, dan minggu lalu berkisar dibawah 190. Maka timbul lagi ramalan baru bahwa mungkin 180 sebagai terendah. Kemerosotan dollar ini dipercepat dengan diumumkannya hasil tim ahli ekonomi OPEC. Pertemuannya yang terakhir di London menghasilkan rekomendasi untuk OPEC agar penilaian penerimaan minyak menggunakan keranjang mata uang tertentu. Artinya, dilepaskannya dollar sebagai satu-satunya mata uang untuk perhitungan unit penerimaan minyak. Para spekulan di pasar uang dengan sendirinya tak memperhatikan bahwa apa yang diusulkan ahli ekonomi OPEC tersebut baru merupakan usul saja, yang masih harus disetujui oleh konperensi tingkat menteri OPEC Desember nanti di Abu Dhabi. Tapi yang paling parah adalah angka perdagangan AS. Untuk Juni, ternyata defisit perdagangan AS dengan Jepang masih berjumlah US$1 milyar. Ini berarti tak adanya perbaikan dalam defisit perdagangan AS dengan Jepang dari bulan sebelumnya. Dengan demikian, selama setengah tahun pertama ini, defisit perdagangan AS dengan Jepang berjumlah US$6,3 milyar, atau dua kali lipat jumlah periode yang sama tahun lalu. Kalau defisit ini tak bisa diperbaiki, pasar uang akan menganggapnya sebagai alamat tak baik bagi dollar, dan bisa menyebabkan situasi dollar lebih buruk lagi. Bisakah, neraca perdagangan AS membaik enam bulan mendatang ini? Ini tergantung dari beberapa kemungkinan. Impor minyak AS mungkin akan berkurang dengan mulai mengalirnya minyak Alaska. Minyak Alaska, yang katanya nantinya bisa berkapasitas 12 juta barrel sehari (satu seperlima kali produksi Saudi Arabia) plus program konservasi yang akan dilaksanakan, mungkin akan menghemat impor minyak AS dengan 1 juta barrel sehari akhir tahun ini. Sementara itu harga Yen yang tinggi mulai melemahkan daya saing barang Jepang terutama di AS. Masatama Okuma, wakil presiden "Nissan Motor Co" mengkhawatirkan bahwa jatuhnya nilai dollar di bawah 200 Yen "akan punya akibat serius bagi ekspor mobil Jepang." Dan produsen Datsun tersebut mengemukakan bahwa ekspor mobilnya ke AS selama tiga bulan terakhir sudah berkurang dibanding periode yang sama tahun lalu. "Nah," kata Menteri Keuangan AS Michael Blumenthal kepada para wartawan, "sekarang anda mungkin tak tertarik lagi buat beli Toyota, tapi bisa tertarik oleh harga Ford atau Chevy." Tindakan keras AS terhadap banting harga dari Jepang, bulan Juni, mengakibatkan impor baja merosot dengan 1,4 juta ton. Ini tidak saja mengurangi bagian baja impor di pasaran AS dari 20% menjadi 12%, tapi berarti juga perbaikan neraca pembayaran. Dan perbaikan dalam neraca pembayaran AS memang sebenarnya sudah terjadi mulai Juni. Benar bahwa AS mengalami defisit US$1 milyar dengan Jepang, tapi defisit seluruhnya "hanya" US$1,6 milyar jauh lebih kecil dari Mei dan April yang masing-masing berjumlah US$ 2,2 milyar dan US$2,9 milyar. Ini merupakan defisit yang terkecil sejak 13 bulan terakhir, dan merupakan defisit di bawah US$2 milyar untuk pertama kalinya tahun ini. Inilah sebabnya nasib dollar terhada beberapa mata uang Eropa lebih baik daripada terhadap Yen. Di Frankfurt Zurich dan Paris, nilai dollar bisa dikatakan mantap minggu lalu, setelah goncang sedikit. Tapi perbaikan di sektor perdagangan luar negeri ini tak akan ada artinya bagi dollar, selama inflasi di AS sendiri belum bisa dikontrol. Inflasi dinyatakan musuh nomor satu oleh Presiden Carter. "Kanselir" inflasinya Robert Strauss mengungkapkan bahwa inflasi AS tahun ini akan "dengan mudah" melampaui sasaran 7,2% seperti yang semula ditetapkan. Derasnya inflasi ini berarti pukulan terhadap dollar di kandang sendiri, dan bila harga barang AS di dalam negeri naik lebih cepat dari harga di luar negeri maka nafsu untuk impor menjadi kambuh lagi, yang bisa memperburuk neraca pembayaran dengan segala konsekwensinya terhadap dollar. Perdana Menteri Jepang Fukuda mungkin merupakan orang pertama yang menyadari hubungan antara neraca-perdagangan dan inflasi AS ketika dia memperingatkan "Surplus perdagangan Jepang dengan AS tak mungkin mengecil kecuali kalau AS sanggup mengendalikan inflasinya."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus