Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menghadang Tekstil Terlarang

Tekstil impor kian marak. Sebagian besar masuk lewat jalur ilegal. Ada 60 perusahaan yang diduga terlibat. 

2 April 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Produk tekstil impor kian marak di pasar domestik.

  • Modus lama impor tekstil ilegal masih berjalan.

  • Asosiasi pengusaha melacak sejumlah perusahaan pelaku impor ilegal.

BEBERAPA lembar kain batik dengan motif alam floral titik membetot perhatian pengunjung pameran Inatex-Indo Intertex di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Rabu-Jumat, 29-31 Maret lalu. Sekilas kain tersebut mirip dengan batik gentongan khas Madura, Jawa Timur. Tak disangka, kain itu adalah tekstil impor yang dibuat perusahaan asal Cina, Changxing Tianxiang Textile Co Ltd. Dan ternyata pameran berisi 500 peserta ini didominasi produsen tekstil Negeri Tirai Bambu. “Hanya 10 persen peserta Indonesia,” kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jemmy Kartiwa Sastraatmadja kepada Tempo, Sabtu, 1 April lalu. "Tidak ada koordinasi dengan kami,” ucapnya, kecewa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pameran itu mempertegas keberadaan tekstil dan produk tekstil asal Cina yang kian membanjiri pasar Indonesia. Batik, kain khas Indonesia, kini banyak dibuat oleh perusahaan Cina. Kain batik Cina pun sudah beberapa tahun menyerbu pasar domestik. Menurut Jemmy, serangan tekstil Cina menjadi-jadi tiga tahun terakhir, setelah pasar utama Cina, yaitu Amerika Serikat dan Eropa, lesu darah. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekilas tak ada persoalan jika Cina hendak membuat kain batik atau sejenisnya. Persoalannya, pemerintah sudah membatasi masuknya batik dan kain bermotif batik dari luar negeri. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 86/M-DAG/PER/10/2015, tekstil jenis ini hanya bisa diimpor oleh importir produsen yang mengantongi Angka Pengenal lmportir Produsen (API-P) serta pemegang Angka Pengenal Importir Umum (API-U) yang telah mendapat persetujuan Menteri Perdagangan. 

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (ketiga dari kiri), Menteri Koperasi UKM Teten Masduki (ketiga dari kanan), Dirjen Bea Cukai Askolani (kedua dari kanan), dan Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto (kedua kiri), meninjau tumpukan pakaian bekas impor di Tempat Penimbunan Pebaean Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Cikarang, Kabupaten Bekasi, 28 Maret 2023. Tempo/Tony Hartawan

Pemerintah juga membatasi gerbang tempat masuknya kain motif batik impor, yaitu hanya melalui Pelabuhan Belawan di Medan, Tanjung Perak di Surabaya, Pelabuhan Soekarno-Hatta di Makassar, serta Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten. Para pemegang API-P, yang seharusnya menggunakan tekstil impor sebagai bahan baku, dilarang memindahtangankan atau memperdagangkan hasil impor itu kepada pihak lain. 

Toh, aturan itu bak macan ompong lantaran pada kenyataannya kain motif batik buatan Cina sangat mudah dijumpai di pasar. Bahkan mungkin produk itu lebih banyak daripada kain batik asli Indonesia yang dibuat oleh pabrik tekstil skala kecil-menengah. Ini yang membuat pengusaha tekstil dan pemerintah berang. Sebab, kain batik impor itu mengancam kelangsungan hidup pelaku industri skala kecil-menengah.

Bukan hanya batik impor. Pakaian bekas yang diborong dari luar negeri juga membawa ancaman. Berbeda dengan batik asing yang hanya dibatasi, pakaian bekas impor diharamkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Pemasukan pakaian bekas diperbolehkan hanya dengan pertimbangan dan persyaratan tertentu. Misalnya dibawa oleh pejabat, pekerja, atau mahasiswa dari luar negeri yang pulang ke Indonesia. 

Karena itu, pada Selasa, 28 Maret lalu, pemerintah memusnahkan 7.363 karung baju bekas impor—biasa disebut ballpress—di tempat penimbunan pabean Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Kawasan Industri Jababeka III, Cikarang Utara, Bekasi, Jawa Barat. Tak cuma memuat baju dan celana, karung-karung ini juga berisi tas, topi, dan jaket. Pakaian bekas impor yang diperkirakan bernilai Rp 80 miliar itu disita polisi dari sejumlah gudang penyimpanan di Jakarta dan sekitarnya. Polisi dan aparat Bea-Cukai akan memusnahkan 5.200 karung pakaian bekas di Batam, Kepulauan Riau, pada Senin, 3 April, dan di Tanjungbalai, Sumatera Utara, pada Selasa, 4 April mendatang. 

Menurut Jemmy, pasokan baju bekas impor meningkat tajam di seluruh dunia. Hal ini adalah dampak tren fast fashion atau pergantian model baju yang terlalu cepat. Karena itu, di sejumlah negara ada tren distribusi baju bekas melalui program giveaway atau hadiah. Di Eropa, misalnya, ada orang yang datang seminggu sekali mengambil baju bekas yang ditaruh di depan rumah-rumah. Warga di sana juga menyumbangkan baju bekas melalui gereja. Dari sana, baju-baju bekas mengalir ke Indonesia dan negara berkembang lain.

Jemmy mengatakan tren ini juga ada di Australia. Dia mengaku dihubungi oleh seorang jurnalis dari Australia yang menanyakan volume baju bekas asal Negeri Kanguru yang masuk ke Tanah Air. “Saya bilang itu masuk secara ilegal. Tidak ada catatan resmi," tuturnya. Namun, Jemmy menambahkan, jurnalis ini membantah seraya menyatakan pemerintah Australia punya catatan tentang hal tersebut. 

Dalam hitungan Asosiasi Pertekstilan Indonesia, baju bekas impor yang masuk ke Indonesia sepanjang 2022 sebanyak 25.808 ton atau 350 ribu potong per hari. Setahun sebelumnya, jumlahnya 27 ribu ton. Dampak peredaran baju bekas ini adalah tergerusnya pasar produk tekstil domestik. Jemmy mengatakan tingkat operasi atau utilisasi pabrik tekstil saat ini rata-rata turun 40 persen karena maraknya produk ilegal dan pelemahan ekonomi global. 

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia Redma Gita Wiraswasta mengatakan rata-rata utilisasi pabrik benang bisa mencapai 65 persen karena mereka masih bisa mengekspor, meski dalam jumlah kecil. Kondisi terparah, menurut dia, dialami pabrik tekstil jenis tenun yang tingkat operasinya di bawah 40 persen. “Kondisi seperti pandemi lalu, bedanya sekarang pasar yang menurun.”

•••

BANJIR tekstil dan produk tekstil impor tak hanya meresahkan industri dalam negeri. Negara pun merugi lantaran mayoritas barang impor ini masuk dengan cara ilegal. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (Apsyfi) memperkirakan volume impor tekstil dan produk tekstil mencapai 320 ribu ton, setara dengan 16 ribu peti kemas per tahun atau 1.333 peti kemas per bulan. Kerugian akibat praktik haram ini sebesar Rp 32,48 triliun plus potensi kehilangan pajak Rp 19 triliun.

Redma Gita Wiraswasta memetakan masuknya tekstil ilegal. Dari hasil pelacakan anggota asosiasinya, importir tekstil ilegal menggunakan berbagai modus, misalnya under invoice. Dengan modus ini, importir menurunkan volume dan nilai barang dalam dokumen pemberitahuan impor barang (PIB). Tujuannya adalah mengurangi kewajiban pembayaran pajak dan bea masuk. Walhasil, dokumen PIB tidak sesuai dengan master bill of lading, dokumen untuk perusahaan pelayaran berisi informasi rincian barang, volume, pengirim, dan data lain.

Ada pula modus pelarian kode Harmonized System (HS). Importir mengubah kode HS di dalam PIB menjadi kode untuk barang lain yang bea masuknya lebih murah. Cara lain adalah transshipment atau pemalsuan surat keterangan asal (SKA) barang. Modus ini dilakukan dengan membuat dokumen SKA palsu dari negara yang mempunyai perjanjian dagang atau negara yang tidak terkena tindakan perdagangan seperti antidumping dan safeguard.

Sampel kain batik buatan Cina yang ditawarkan di pameran indrustri garmen dan tekstil, di Jakarta International Expo, Kemayoran, 30 Maret 2023. Tempo/Tony Hartawan

Modus lama yang dilakukan importir adalah impor borongan. Caranya, importir memasukkan tekstil impor ke peti kemas yang berisi barang-barang lain. Tujuannya adalah tekstil impor tak terlacak. Menurut Redma, importir menempuh cara-cara tersebut untuk mengurangi bea masuk dan pajak impor. Ia yakin sebagian besar praktik ini diketahui oleh otoritas, mengingat barang impor juga masuk secara resmi melalui pelabuhan besar. “Sudah menjadi praktik biasa antara importir dan oknum petugas lapangan,” ujarnya. 

Pada pertengahan 2017-2018, Satuan Tugas Penertiban Impor Berisiko Tinggi yang dipimpin Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menganulir skema impor borongan. Namun praktik ini kembali marak pada 2019 hingga sekarang.

Dalam penelusuran yang berlangsung beberapa bulan terakhir, Apsyfi mengidentifikasi impor tekstil ilegal dilakoni oleh sekitar 60 perusahaan yang dimiliki delapan pengusaha. Sebagian dari mereka memiliki pusat logistik berikat (PLB) atau tempat penimbunan barang asal luar daerah pabean. Ada pula yang memiliki izin API-P dan API-U serta mendapat kuota impor ratusan juta meter per perusahaan. “Mereka bekerja sama dengan petugas Bea-Cukai, juga dengan pemberi izin impor di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian," ucap Redma. 

Celakanya, kata Redma, barang-barang impor ini merembes dari kawasan berikat, gudang berikat, PLB, atau kawasan kemudahan impor untuk tujuan ekspor. Sebagai contoh, barang sisa produksi di kawasan berikat atau barang impor di gudang berikat yang seharusnya digunakan oleh pabrik keluar dari kawasan itu tanpa membayar pajak, bea impor, dan kewajiban lain. Pemerintah sebenarnya telah membubarkan PLB tekstil, tapi muncul cara baru, yakni merembeskan barang impor melalui PLB khusus industri kecil-menengah. Tekstil impor ini lantas produk dijual melalui platform online

Apsyfi meminta pemerintah menggelar penyelidikan menyeluruh atas izin impor yang diberikan dalam lima tahun terakhir kepada perusahaan pemegang API-U dan API-P. "Pemerintah juga harus transparan memberi izin impor kepada perusahaan," tutur Redma. Dia pun mendesak pemerintah menyelidiki perusahaan yang memfasilitasi impor borongan dan melakukan pelanggaran lain tapi selalu masuk jalur hijau atau mendapat kemudahan. Selain itu, yang utama, pemerintah mesti menangkap importir ilegal yang selama ini seperti tak tersentuh. 

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Nirwala Dwi Heryanto, tak menampik kabar tentang petugas lapangan yang nakal. Tapi, kata dia, otoritas Bea-Cukai mengupayakan pengetatan dengan memasukkan tekstil, alas kaki, dan sepatu sebagai komoditas berisiko tinggi. “Baik bahan baku maupun produk jadinya,” ia menjelaskan. Alasannya, Indonesia adalah negara produsen. Karena itu, ada kebijakan bea masuk tambahan atau safeguard untuk produk garmen sebagai bentuk perlindungan terhadap industri dalam negeri.

Petugas dari Kementerian Perdagangan menunjukkan barang bukti pakaian bekas impor sebelum dimusnahkan di kawasan pergudangan Jaya Park, Sidoarjo, Jawa Timur, 20 Maret 2023. Antara/Umarul Faruq

Ihwal masuknya baju bekas impor menggunakan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Nirwala menduga ada dua kemungkinan, yaitu diberitahukan secara salah (misdeclaration) atau tidak diberitahukan (undeclared). Contohnya sepatu impor disebut sebagai produk bukan sepatu di dalam dokumen. Sedangkan modus undeclared dilakukan saat importir tidak memberitahukan barang yang ia datangkan. Batik dan kain bermotif batik dalam pameran industri tekstil di JIExpo, Nirwala mencontohkan, tergolong misdeclaration. Misalnya kain batik impor dilaporkan sebagai kain Hawaii hingga kemudian lolos dari pengecekan.  

Anggota staf khusus Menteri Perdagangan, Dradjad Wibowo, membenarkan informasi bahwa persoalan terbesar impor tekstil ilegal adalah keterlibatan aparat semua instansi di pelabuhan. Regulasi, menurut dia, sebenarnya sudah ketat. “Tinggal penegakannya," ujarnya. Dradjad menekankan perlunya keberadaan aparat gabungan untuk memperkuat penindakan. "Apalagi petugas dari Kementerian Perdagangan jumlahnya sedikit."

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus