Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Pelemahan Rupiah Naikan Ongkos Produksi Makanan hingga 3 Persen

Pelemahan nilai tukar rupiah menyebabkan ongkos produksi di industri makanan meningkat hingga 3 persen.

23 Juli 2024 | 08.52 WIB

Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan pelemahan nilai rupiah terhadap dolar AS menaikan ongkos produksi hingga tiga persen. Pasalnya, kata Adhi, sebagian besar bahan baku dan ingredients produk pangan di Indonesia masih diimpor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Saya pernah hitung, kalau kita ambil bahan baku yang besar aja, misalnya, gula, garam, kedelai, jagung, saya hitung ketika itu kita impor setahun itu US$9 miliar. Kalau dikali seribu, itu 9 triliun. Itu cukup besar kenaikannya," kata Adhi saat ditemui di Artotel Senayan, Jakarta, Senin, 22 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Adhi, pelemahan rupiah sangat berdampak kepada produsen produk makanan yang masih berskala kecil dan menengah. Dia mengatakan, produsen dari UMKM tidak bisa menyetok bahan baku dalam jumlah besar, sehingga harus mengeluarkan biaya mengikuti kenaikan harga pangan yang diimpor.

"Bagi produsen berskala UKM rata-rata membeli stok itu ada harian dan mingguan. Kalau kurs terus naik, otomatis harga bahan baku juga naik. Mereka pasti tidak kuat dan strateginya ada yang mengurangi ukuran jual," katanya.

Adhi mengatakan bagi industri besar, dampak dari pelemahan rupiah bisa diminimalisir karena mampu menyetok ingredients dan bahan baku dalam jumlah besar. "Perusahaan besar biasanya punya kekuatan stok yang cukup hingga tiga bulan," kata dia.

Adhi menambahkan, pelemahan nilai tukar rupiah juga menambah biaya logistik. Dia mengatakan banyak produsen yang mengeluh karena mahalnya biaya logistik dalam beberapa bulan terakhir. Untuk mengakalinya, para produsen menyetok ingredients makanan dalam jumlah besar.

Dia mengatakan, dalam produksi produk makanan, ingredients seperti pengawet, dan zat lainnya masih 100 persen impor. "Biaya logistik itu cukup berat karena beberapa negara naik tiga kali lipat dan sulit mendapatkan kontainer. Secara otomatis industri itu harus menambah inventroinya. Kalau dulu cukup stok dua minggu, sekarang harus satu bulan, bahkan ada yang menyetok ingredients hingga dua bulan stok," katanya.

Adhi berharap agar pemerintah bisa mengendalikan nilai tukar rupiah agar tidak melebihi Rp 16.500 per US dollar. "Jika melebihi angka itu, dampaknya akan sangat besar terhadap produksi produk pangan dalam negeri," ujarnya.

 

Nandito Putra

Lulus dari jurusan Hukum Tata Negara UIN Imam Bonjol Padang pada 2022. Bergabung dengan Tempo sejak pertengahan 2024. Kini menulis untuk desk hukum dan kriminal. Anggota Aliansi Jurnalis Independen.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus