Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pengecer Elpiji 3 Kg di Muara Enim Ini Blakblakan Cerita Sulitnya Daftar jadi Subpangkalan

Pengecer elpiji di Muara Enim Rahman menceritakan bagaimana kelangkaan elpiji 3 kg sejak akhir Januari 2025 lalu.

5 Februari 2025 | 08.29 WIB

Warga mengantre untuk membeli gas elpiji 3 kilogram di salah satu pangkalan gas elpiji di Kampung Malang, Surabaya, Jawa Timur, 4 Februari 2025. Pangkalan gas elpiji yang berada di kawasan pemukiman padat penduduk di pusat Kota Surabaya itu terpantau melayani warga yang antre untuk mendapatkan gas elpiji 3 kilogram bersubsidi. ANTARA/Didik Suhartono
Perbesar
Warga mengantre untuk membeli gas elpiji 3 kilogram di salah satu pangkalan gas elpiji di Kampung Malang, Surabaya, Jawa Timur, 4 Februari 2025. Pangkalan gas elpiji yang berada di kawasan pemukiman padat penduduk di pusat Kota Surabaya itu terpantau melayani warga yang antre untuk mendapatkan gas elpiji 3 kilogram bersubsidi. ANTARA/Didik Suhartono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Rahman menceritakan bagaimana kelangkaan elpiji 3 kg sejak akhir Januari 2025 lalu. "Sejak akhir bulan lalu kita sudah tidak ada stok barang. Bahkan, sempat terjadi kelangkaan di dekat rumah, karena semua pangkalan stok penukaran gasnya kosong," kata pengecer elpiji di Desa Cinta Kasih, Kecamatan Belimbing, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, itu kepada Tempo, Selasa, 4 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apalagi, kata Rahman, ada aturan baru mengenai penjualan gas elpiji yang berlaku pada Sabtu pekan lalu. Aturan itu memutus rantai pengecer di dalam distribusi gas elpiji 3 kg.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Saya baca berita soal ini beberapa hari sebelum aturannya berlaku di 1 Febuari. Kalau yang saya baca, kalau mau tetap berjualan gas, pengecer wajib daftarkan diri jadi pangkalan," kata Rahman.

Adapun pengecer yang tetap ingin menjual gas harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan mendaftarkan diri sebagai mitra. Alurnya, para pengecer LPG dapat mendaftarkan diri melalui One Single Submission (OSS) untuk mendapatkan nomor induk berusaha (NIB). Kemudian, mengajukan diri untuk menjadi pangkalan LPG 3 kg resmi ke Pertamina.

Rahman menceritakan bahwa tepat pada Sabtu pekan lalu, 1 Januari 2025, Nomor Induk Berusaha (NIB) atas nama orangtuanya sudah resmi terdaftar di Kementerian Investasi dan Hilirisasi, yang ditandatangani secara elektronik oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Namun begitu, meski sudah memiliki NIB, pengecer seperti dia tetap merasa sulit mendaftarkan diri sebagai pangkalan. Apalagi dengan statusnya yang hanya penjual gas kecil yang berada di daerah, harga jual gas tak begitu jauh dibanding dengan harga dari pangkalan.

"Di rumah ada 32 tabung gas. Semuanya kosong. Kalau kemarin kita jual itu berkisar paling tinggi Rp 19 ribu dari harga yang didapat dari pangkalan. Tapi kadang, harganya juga bervariasi," kata dia.

Dengan penjualan yang tak terlalu besar selama ini, tapi ada syarat berat untuk menjadi mitra Pertamina, terlebih jika lokasinya di daerah kabupaten. Ia mencontohkan, jarak dari satu pangkalan ke pangkalan yang lain bisa mencapai 3-5 kilometer. Ditambah lagi tidak semua desa punya agen.

"Kita itu satu kecamatan cuma ada satu. Kalau di kabupaten,jaraknya itu juga cukup luas ya. Alasan menjual gas dan sebagai pengecer juga demi membantu masyarakat agar tidak terbebani untuk jauh membeli gas," kata Rahman.

Ia juga menilai syarat menjadi pangkalan sangat rumit dan membebani. Jika dilihat dari syarat yang tertera di Patra Niaga, syarat untuk mengubah pengecer menjadi pangkalan adalah harus memiliki modal Rp 25 juta untuk 100 tabung gas.

"Modal Rp 25 juta itu sudah menjadi beban kita sebagai pengecer, apalagi ditambah harus memiliki gudang, alat angkut dan deposito di rekening," kata Rahman.

Ia menyayangkan sikap pemerintah mengubah aturan secara mendadak soal yang hanya membolehkan pangkalan yang menjual elpiji 3 kg. Apalagi selama ini pengecer menjual elpiji untuk UMKM kecil di desa-desa atau daerah kabupaten.

"Seharusnya kalau buat aturan dengan cara mengubah pengecer ke pangkalan, syaratnya jangan langsung sama dengan pangkalan pada umumnya. Bisa ditambahkan dengan sub pangkalan yang memang syaratnya mudah, tapi bisa terorganisir oleh pemerintah," ucap Rahman.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus