Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Masjid Ar-Rayyan yang terletak di dalam kompleks Kementerian Badan Usaha Milik Negara atau Kementerian BUMN menanggapi hasil penelitian yang menyebutkan sebanyak 41 dari 100 masjid kantor pemerintahan di Jakarta diduga terindikasi paham radikal. Menurut pengurus, tidak ada paham radikal apapun yang tumbuh dan berkembang di masjid tersebut.
"Enggak ada yang seperti itu, lagipula ini adalah bagian dari institusi pemerintah," kata Umar, salah satu pengurus Masjid Ar-Rayyan yang juga pegawai Kementerian BUMN saat ditemui di masjid tersebut, Selasa, 10 Juli 2018. "Saya pastikan itu, saya ini tidak pernah salat Jumat selain di sini."
Baca juga: Penelitian Sebut 41 Masjid Pemerintahan Terpapar Paham Radikal
Menurut Umar, paham radikal seperti yang disebutkan di dalam penelitian itu harus menghadapi sistem filter yang ketat dari pengurus. Sebelumnya, memang pernah ada penceramah yang menyampaikan konten yang cenderung radikal. Namun, nama penceramah tersebut langsung dicoret dan tidak bisa lagi mengisi ceramah di Masjid Ar-Rayyan. "Ya namanya sudah naik mimbar, tentu tidak bisa disetop," ujarnya.
Indikasi radikalisme ini didapat dari penelitian Lembaga Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) dan Rumah Kebangsaan. "Dari hasil survei, menunjukkan angka yang mengejutkan. Dari 100 masjid, 41 masjid terindikasi paham radikal," ujar Agus Muhammad, selaku koordinator penelitian, di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Minggu, 8 Juli 2018.
Agus menjelaskan, penelitian ini dilakukan pada sejumlah masjid di kementerian sebanyak 35 masjid, di BUMN 37 masjid, dan di lembaga negara sebanyak 28 masjid. Penelitian dilakukan pada 29 September-21 Oktober 2017, dengan merekam secara audio dan video khotbah Jumat selama periode tersebut.
Agus mengatakan, dalam penelitian ini, paham radikal yang dimaksud adalah paham yang menganggap satu kelompok paling benar dan kelompok lain salah, mudah mengkafirkan orang lain, berpaham intoleransi, cenderung memaksakan keyakinan pada orang lain, dan menganggap demokrasi produk kafir serta membolehkan segala cara atas nama negara.
Umar menambahkan, Menteri BUMN Rini Soemarno memang memberikan pesan agar pengawasan terhadap konten ceramah diawasi dengan cermat. Akan tetapi, langkah antisipasi itu bukanlah kali ini saja atau begitu ada hasil penelitian tersebut.
Sistem antisipasi dengan mencoret nama penceramah telah dilakukan sejak 2008 ketika Masjid Ar-Rayyan masih menempati basement di Gedung Kementerian BUMN. Sedangkan hari ini, masjid telah berdiri megah dengan bangunan sendiri, persis di belakang gedung kementerian.
Petugas kebersihan di Masjid Ar-Rayyan, Adi mengaku ceramah-ceramah yang disampaikan selama ini masih normal dan tidak ada hal yang aneh. Adi yang rutin beribadah di Masjid Ar-Rayyan belum mendengar penceramah yang menyampaikan konten radikal seperti yang disampaikan P3M. "Bagi saya masih biasa saja," ujar petugas di masjid di Kementerian BUMN tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini