Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Harga emas terpantau masih terus mendaki dan belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Dilansir dari logammulia.com, harga emas batangan Antam, Senin, 3 Agustus 2020, telah mencapai Rp 1.028.000 per gram, belum termasuk pajak.
Berdasarkan pantauan Tempo sejak awal tahun, harga tersebut adalah yang tertinggi sepanjang tahun ini, bahkan sepanjang sejarah. Pada 2 Januari 2020, harga emas Antam masih berada pada kisaran Rp 771.000 per gram.
Pada 8 Januari, harga emas mencapai tingkat tertinggi di level Rp 808 ribu per gram sebelum akhirnya turun lagi. Harga emas mulai menanjak lagi pada Februari dan memuncak pada 9 Maret 2020 di level Rp 860 ribu per gram.
Setelah mencapai puncak tersebut, harga emas sempat mereda dan turun ke level terendah pada bulan Maret, ke harga Rp 810 ribu per gram pada 17 Maret 2020. Beranjak dari lembah, harga logam mulia tersebut menanjak terjal hingga mencapai level Rp 972 ribu per gram pada 7 April 2020.
Harga emas pun turun kembali dan mencapai lembah pada level Rp 876 ribu per gram pada 8 Juni 2020. Sejak saat itu, secara perlahan harga kembali merangkak naik hingga kemarin dan belum kembali turun.
Badan Pusat Statistik pun mencatat kenaikan harga emas memberikan sumbangan terhadap inflasi sebesar 0,05 persen untuk indeks harga konsumen atau IHK pada Juli 2020. Komoditas ini tercatat mengalami kenaikan harga di 80 kota di Indonesia dan menyebabkan andil sumbangan inflasi pada kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya mencapai 0,06 persen.
“Kenaikan (harga emas) tertinggi (terjadi) di Bungo, Tarakan, Medan, dan Padang,” tutur Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Senin, 3 Agustus 2020. Masing-masing kota mengalami kenaikan harga sebesar 9 persen. Melonjaknya harga ini pun mendorong terjadinya inflasi inti sebesar 0,16 persen.
Sepanjang Juli, harga emas tercatat melonjak 11 persen. Kenaikan bulanan itu merupakan yang terbesar sejak 2012, menyusul penurunan dolar Amerika Serikat dan rekor rendahnya imbal hasil riil AS.
Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan karakteristik investasi emas sebagai safe haven menyebabkan orang-orang beralih ke komoditas logam mulia tersebut apabila risiko perekonomian global meningkat.
Hans menyebut setidaknya ada tiga isu yang akan meningkatkan risiko global dan menyebabkan investor mengalihkan modalnya dari aset seperti saham ke aset yang lebih aman seperti emas. Pertama adalah risiko resesi global. "Dunia mulai mengonfirmasi akan adanya resesi global, misalnya Amerika Serikat dan Eropa, sehingga harga emas naik."
Berikutnya adalah perang dagang Amerika Serikat-Cina yang naik turun berkali-kali. Ketegangan kedua negara yang tak kunjung reda ini juga menyebabkan risiko perekonomian global meningkat. Ia mengatakan tensi antara dua negara tersebut memang naik turun, namun isu yang diperdebatkan pun semakin banyak sehingga menimbulkan risiko global.
Terakhir, kata Hans, pandemi Covid-19 yang belum mereda juga menimbulkan kekhawatiran para pelaku pasar. Mereka khawatir pemerintah setempat akan melakukan pembatasan aktivitas ekonomi kembali. Kondisi itu lah yang membuat orang mengalihkan asetnya ke emas.
"Memang kalau investasi, orang akan memilih mana yang lebih aman. Kalau risiko global meningkat, maka saya akan mengalihkan ke aset yang bebas risiko, misalnya pasar uang atau emas. Perpindahan itu artinya saya menjual yang berisko dan beli yang tidak berisiko," kata Hans.
CAESAR AKBAR | ANTARA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini