Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Jakarta - Pemerintah resmi meluncurkan Pilot Project Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Merah Putih di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. Pembangkit listrik ini nantinya akan mengelola sampah sebanyak 100 ton per hari dan akan menghasilkan bonus listrik sebanyak 700 kilowatt per jam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza menyampaikan, PLTSa Bantargebang ini merupakan proyek percontohan yang bakal diduplikasi di kota-kota besar lainnya di Indonesia. "Semoga ke depannya, kita bisa membangun PLTSa di seluruh Indonesia, baik yang besar maupun yang kecil," kata dia usai acara peluncuran di TPST Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Senin, 25 Maret 2019.
Tempo menghimpun beberapa fakta dan keunggulan yang dimiliki oleh PLTSa ini, berikut di antaranya.
1. Biaya riset Rp 98 miliar
Sebagai informasi, proyek ini merupakan implementasi dari hasil riset yang dilakukan oleh peneliti di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BPPT di Serpong, Tangerang Selatan. Total biaya riset mencapai Rp 98 miliar dan total biaya pembangunan PLTSa mencapai Rp 88 miliar. Seluruhnya didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
2. TKDN 65 persen
Hammam menjelaskan bahwa PLTSa ini memiliki Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) hingga 65 persen dan sisanya dari luar negeri. Di antaranya yaitu steam turbine atau turbin uap dari India dan grid lantai dari Cina. Sementara dari sisi teknologi, BPPT mengadopsi konsep dari Jepang, Cina, hingga negara-negara di Skandinavia. Konsep itupun dibawa ke Indonesia dan tetap mencari teknologi dalam negeri sebagai substitusinya.
2. Cocok dibangun di perkotaan
Selain itu, BPPT juga menyebut bahwa PLTSa Bantargebang ini dikembangkan dengan konsep yang ramah lingkungan dan cocok dibangun di perkotaan. Sebab, pengelolaan sampah dilakukan secara ketat sehingga bau dari sampah tidak keluar dari pabrik. Lalu gas buangan juga dikontrol sehingga memenuhi standar emisi yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK).
4. Operasi penuh Juni 2018
Unggul Priyanto, mantan Kepala BPPT yang kini merangkap Ketua Majelis Perekayasa BPPT menyampaikan bahwa listrik yang dihasilkan dari PLTSa ini sebenarnya digunakan untuk kebutuhan sendiri dalam pengelolaan sampah, bukan dijual secara komersil untuk pembangkit listrik. Proyek dibangun selama satu tahun dari 21 Maret 2018 hingga 25 Maret 2019. "operasi penuh (Juni 2019)" kata dia.
5. Bakal "dijual" ke kota lain
Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi Mohammad Nasir mengatakan, PLTSa Bantargebang ini bakal dimasukkan dalam e-katalog ketika berhasil dalam tahap uji coba beberapa bulan ke depan. Jika masuk e-katalog, maka harganya akan ditetapkan. "Misalnya Rp 100 miliar, jadi walikota, bupati, enggak perlu lelang lagi, kalo lelang terus-terusan empat, enam bulan, setahun, enggak selesai-selesai," ujarnya.