Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan peningkatan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen mendorong penerimaan negara bertambah sebesar Rp 21,1 triliun. Tambahan penerimaan pajak ini dihimpun dalam kurun empat bulan sejak PPN 11 persen berlaku pada April.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"(Tarif) PPN naik dari 10 persen ke 11 persen, saya ditanya kontribusinya seperti apa ke penerimaan pajak? Kita lihat mulai diberlakukan April memberikan kontribusi baru Rp 1,96 triliun," kata Sri Mulyani pada Kamis, 12 Agustus 2022, dalam konferensi pers.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemudian sebulan setelah penerapan kebijakan anyar itu atau pada Mei, penerimaan PPN kembali meningkat menjadi Rp 5,74 triliun. Sedangkan pada Juni, kenaikannya sampai Rp 6,25 triliun.
Penerimaan PPN, ucap Sri Mulyani, terus melonjak sehingga pada Juli 2022 mencapai angka tertinggi, yaitu Rp 7,15 triliun. Dengan demikian, Sri Mulyani mendapat tambahan penerimaan pajak dari kenaikan PPN sebesar Rp 21,1 triliun terhitung dari periode April-Juli 2022.
"Nah, ini menggambarkan PPN meski naik cuma 1 persen, tetapi karena objeknya naik, artinya pemulihan ekonomi menderu-deru, jadi penerimaannya meningkat," katanya.
Sebelumnya, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengungkapkan penerimaan negara sejak awal tahun hingga akhir Juli sangat positif. Penerimaan dari pajak sudah terkumpul Rp 1.028,5 triliun. Nilai ini setara dengan 69,3 persen dari target 2022.
"Ini sesuai dengan tadi pemulihan ekonomi yang sangat impresif pertumbuhan dari penerimaan negara kita," kata Sri Mulyani, kemarin.
Dia mengatakan penerimaan pajak yang sebesar Rp 1.028 triliun itu tumbuh 58,8 persen dibandingkan tahun lalu. Nilai ini terdiri atas PPh nonmigas mencapai Rp 595 triliun atau sudah 79,4 persen dari target PPh nonmigas 2022. Sedangkan untuk PPN dan PPnBM Rp 377,6 triliun atau 59,1 persen dari target.
Kemudian PBB dan pajak Rp 6,6 triliun atau itu 20,5 persen dan PPh Migas Rp 49,2 triliun atau 76,1 persen dari target. "Kenaikan penerimaan pajak yang sangat kuat disebabkan karena harga komoditas, betul," ujarnya.
BISNIS | HENDARTYO HANGGI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.