Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Puluhan PMI Asal NTT Pulang Tak Bernyawa, Mengapa Terus Berulang?

Puluhan pekerja migran Indonesia (PMI) asal Nusa Tenggara Timur meninggal. Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo membeberkan penyebabnya.

1 Mei 2025 | 19.41 WIB

Direktur Eksekutif Migrant Care Indonesia Wahyu Susilo. ANTARA
Perbesar
Direktur Eksekutif Migrant Care Indonesia Wahyu Susilo. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan fenomena kematian pekerja migran Indonesia (PMI) saat bekerja di luar negeri sudah terjadi sejak satu dekade terakhir. Adapun kasus terbarunya tercatat terjadi periode Januari-April tahun ini, sebanyak 49 PMI asal Nusa Tenggara Timur (NTT) dipulangkan dalam keadaan meninggal dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Menurut Wahyu, tidak semua PMI yang meninggal di luar negeri adalah PMI tanpa dokumen. Ada pula PMI berdokumen juga meninggal saat bekerja di luar negeri. Hal tersebut, menurut Wahyu, menunjukkan betapa buruknya perlindungan terhadap pekerja migran di Indonesia. “Mereka meninggal karena perlakuan yang tidak manusiawi, kemudian tidak ada perlindungan yang memadai bagi pekerja migran kita di luar negeri,” kata Wahyu kepada Tempo, Kamis, 1 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wahyu mengatakan 49 PMI asal NTT yang pulang tak bernyawa itu sebagian besar bekerja pada sektor perkebunan di sejumlah negara, salah satunya di Malaysia. Menurut Wahyu, sektor perkebunan adalah tempat kerja yang minim pengawasan.

Karena itu, kata Wahyu, pemerintah didesak untuk meningkatkan pengawasan dan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia. Selain itu, lanjut Wahyu, pemerintah juga mesti memperbaiki sistem pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Selama ini, sistem pengiriman PMI ke luar negeri rumit dan mahal, hal tersebut menjadi salah satu pemicu banyaknya PMI yang memilih berangkat tidak melalui jalur resmi. 

Potret Perdagangan Orang di NTT

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada 2023 mencatat dalam lima tahun ke belakang terdapat 2.793 korban perdagangan orang di NTT. Mereka berasal dari lima kabupaten, yaitu Kupang, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Malaka, dan Flores Timur.

Penyebab utama maraknya perdagangan orang di wilayah ini antara lain kemiskinan, minimnya akses pendidikan, serta lemahnya penegakan hukum di daerah. Sedangkan modus yang digunakan sindikat perdagangan orang semakin beragam, mulai dari memalsukan keperluan perjalanan hingga melibatkan jalur transit di beberapa kota besar seperti Batam dan Surabaya. 

Sebagai respons, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) membentuk satuan tugas "Sikat Sindikat" di NTT pada November 2023. Satgas ini bertugas mengidentifikasi, mencegah, serta memberantas jalur-jalur ilegal penempatan pekerja migran. Satgas beranggotakan 61 orang dari unsur aparat dan masyarakat sipil yang akan disebar di sejumlah wilayah rawan.

Imam Hamdi dan Agung Sedayu, berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Alif Ilham Fajriadi

Bergabung dengan Tempo sejak November 2023. Lulusan UIN Imam Bonjol Padang ini tertarik pada isu perkotaan, lingkungan, dan kriminalitas. Anggota Aliansi Jurnalis Independen.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus