Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kabar mengenai penggunaan bot saat war tiket Coldplay pada 17-18 Mei 2023 beredar di media sosial Twitter—konser Coldplay digelar pada 15 November 2023. Seorang pengguna Twitter dengan akun @martabakiju mengeluhkan hal itu melalui cuitannya. “Kalau e-ticketing belum bisa mengatasi bot gini hapus sajalah sistem ticket war online, balik saja ke antre fisik,” cuit dia pada 17 Mei 2023 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Akun itu juga mengunggah sebuah video berdurasi 24 detik yang menggambarkan situasi penggunaan bot di sebuah tempat dengan beberapa unit komputer yang dipantau pembeli tiket Coldplay. Komputer-komputer tersebut terlihat bekerja dan melakukan transaksi pembelian tiket konser Coldplay.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Antre tiket fisik calonya orang beneran, keliatan, bisa diidentifikasi dan dihitung. Ticket war online calonya bot dan bisa direplikasi sesuka hati. Bobrok,” cuit @martabakiju lebih jauh soal dugaan kecurangan dalam war tiket Coldplay yang lalu.
Berikut tanggapan para pakar soal penggunaan bot saat war tiket Coldplay dihimpun Tempo.
Cara kerja bot
Pakar keamanan siber dari Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha menanggapi ramainya penggunaan program bot di penjualan tiket konser Coldplay atau war tiket. Tiket konser band asal Inggris itu dilakukan pada 17-18 Mei 2023 lalu, sedangkan konsernya digelar pada 15 November 2023.
Pratama menjelaskan, bot merupakan sebuah program kecil yang berfungsi melakukan tugas dan sifatnya berulang atau repetisi. Dalam kasus pre-sale tiket Coldplay, bot bisa diprogram untung secara terus menerus.
“Mencoba masuk ke website pre-sale dan melakukan klik pada lokasi atau link tertentu,” ujar dia melalui pesan WhatsApp pada Sabtu, 20 Mei 2023.
Menurut dia, dengan menggunakan bot, satu orang bisa mengoperasikan beberapa perangkat sekaligus. Sehingga memiliki kesempatan untuk memenangkan tiket lebih besar daripada jika satu orang hanya menggunakan satu perangkat.
“Mungkin karena aspek inilah penggunaan bot pada saat ada presale dianggap sebagai suatu kecurangan,” tutur dia.
Di Indonesia tak dianggap kejahatan, di negara lain dilarang
Pratama Persadha mengatakan program bot seperti saat war tiket konser Coldplay biasanya digunakan para calo. Tujuannya untuk mendapatkan tiket, lalu dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.
Menurut Pratama, hal itu sangat merugikan untuk calon pembeli tiket lainya. Namun sayangnya di Indonesia hal ini tidak dianggap sebagai sebuah kejahatan yang dapat dihukum.
“Selama calo tiket tersebut tidak melakukan pemaksaan pada saat penjualan tiket, serta tiket yang dijual adalah tiket asli,” ujar dia.
Ia lalu membandingkan dengan beberapa negara yang menjatuhkan sanksi kepada para calo yang memanfaatkan momen seperti konser Coldplay itu. Salah satunya Taiwan yang memberikan hukuman penjara tiga tahun serta denda sebesar 50 kali lipat dari harga tiket asli.
Selain itu, di Amerika sendiri syarat serta sanksi terhadap calo sangat bervariasi antar negara bagian. Dengan hukuman maksimal adalah denda sebesar US$ 1.000 dan atau penjara maksimal satu tahun.
“Kanada bahkan memberikan sanksi denda yang lebih besar lagi yaitu Dolar Kanada atau CAD 200.000 untuk tindakan pencaloan yang dilakukan oleh korporasi dan melanggar hukum,” tutur Pratama.
Tak perlu alat canggih, bisa pakai smartphone
Pratama Persadha mengatakan program bot dalam war tiket konser Coldplay cukup mudah. Menurut Pratama, untuk menggunakan program bot, seseorang tidak perlu menggunakan perangkat yang canggih.
“Hampir semua perangkat pintar bisa dimanfaatkan untuk menggunakan bot seperti personal computer (PC) atau laptop, bahkan smartphone,” ujar dia.
Namun tidak semua hal yang pre-sale bisa menggunakan bot, karena ada beberapa metode yang digunakan sebagai penyelenggara untuk mengurangi kesuksesan bot. Contohnya, kata Pratama, seperti penggunaan captcha, pembatasan akses dari IP tertentu karena terlalu banyak koneksi, dan lainnya.
“Penggunaan bot juga dapat membahayakan keamanan data pribadi kita jikalau program bot yang kita gunakan dari internet,” tutur Pratama.
Karena, dia melanjutkan, tidak bisa diketahui apakah ada malware atau ransomware yang ditempelkan ke bot tersebut. “Yang malahan akan menyerang perangkat kita sendiri, mengunci file, serta mencuri data pribadi,” ucap dia.
Seharusnya penyelenggara mudah deteksi aksi bot
Sementara, pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya menjelaskan bahwa seharusnya hal tersebut tidak terjadi dan mudah dideteksi oleh penyelenggara atau penjual tiket konser.
“Harusnya aksi bot ini mudah dideteksi. Penyelenggara layanan seperti harbolnas, war tiket dan sejenisnya memiliki metode dan sistem untuk mengidentifikasi dan memblokir akses bot,” kata dia.
MOH. KHORY ALFARIZI