Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sebuah hotel terapung dengan...

27 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENTERI Perhubungan Rusmin Nurjadin menatap berkeliling agak lama ketika berada di ruang dek itu. Seolah-olah tak percaya jika dek (kelas ekonomi di kapal penumpang Kerinci itu, yang tarifnya cuma Rp 30.500 per orang untuk pelayaran Jakarta-Ujungpandang, dilengkapi tempat tidur hardboard, rak barang, plus televisi berwarna Blaupunkt layar lebar. Maklum, dek di Tampomas II yang berharga Rp 27 ribu, biasanya hanya berupa geladak kapal paling atas dan hanya dilengkapi kain terpal kumal. Di Kapal Motor (KM) Kerinci itu, ruang kelas I-IV yang dilengkapl tempat tidur bagus, sejuk ber-AC, lemari pakaian dan gorden antiapi, bahkan lebih istimewa. Setiap kabin kelas I (50 kabin, setiap kabin dua orang) dilengkapi pula dengan pesawat televisl berwarna, meja belajar, lemari pakaian bagus, dan kamar mandi berair panas. Di semua lantai kapal, yang dilengkapi dengan bar, toko, salon, cafe, dan musholla itu, ditutup dengan karpet antiapi. Hiasan kain tenunan tradisional, tumbuhan, dan gambar alam Indonesia kelihatan tertempel di hampir setiap ujung anak tangga. Sekilas memang fasilitas dan panorama di dalam Kerinci mirip dengan suasana hotel berbintang tiga. Kamar kelas di situ jelas jauh lebih nyaman dan bersih dibandingkan, misalnya, Tampomas I, yang kamarnya berbau pesing, penuh sampah, dan kakerlak -- serta kamar mandinya penuh kotoran manusia kering. Mewahkah Kerinci? "Tidak, tidak mewah," jawab Menteri Rusmin buru-buru ketika meninjau 10 Agustus lalu. "Jangan disebut mewah dong, ini kan usaha untuk meningkatkan pelayanan." Sesudah 38 tahun merdeka, demikian Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, J.E. Habibie, baru pertama kali inilah Pelni benar-benar memiliki kapal penumpang. Di kapal inilah awak perusahaan itu, katanya, belajar menghargai penumpang secara manusiawi. Karena barang baru, "penumpang pun akan diberi penjelasan lewat video bagaimana cara menggunakan fasilitas di situ, dan hal apa saja yang dilarang," tambahnya. Kerinci, yang dibeli bersama KM Kambuna (selesai Januari 1984), dibangun di galangan kapal Jos L. Meyer, Jerman Barat. Kontrak untuk pembangunan dua kapal ini berharga DM 223,2 juta atau Rp 61.380 juta (kurs waktu itu Rp 275). Pemerintah Jerman Barat, yang bersedia mendukung pendanaan pembangunan kedua kapal itu, menyalurkan bantuannya lewat fasilitas kredit ekspor berbunga 9% dengan masa bebas bunga selama periode konstruksi, dan jangka pengembalian utang 10 tahun. Di luar dugaan, kontrak pembelian Kerinci dan Kambuna itu ternyata bisa dikaitkan pula dengan kebijaksanaan imbal beli. Demikian juga untuk dua kapal baru lagi sekelas Kerinci (berhasil diturunkan dengan harga DM 219,2 juta) yang akan dibangun pula oleh Jos Meyer. "Ada empat komoditi, antara lain kayu lapis, yang akan dikaitkan dengan kebijaksanaan counter trade itu," ujar S. Harsono, yang mewakili Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Barang Produksi Dalam Negeri, Ginanjar Kartasasmita. Selain itu, pemerintah juga bisa menekan bunga kredit ekspor untuk dua kapal terakhir, jadi 8,5% per tahun. Sebagai kontraktor utama Jos Meyer diwajibkan menyerahkan pengerjaan disain interior kepada sebuah tim, terdiri dari 15 orang ITB, pimpinan pelukis terkenal dari ITB, Srihadi. Penentuan tombol lampu, dan pemilihan warna cat menyerupai kayu, juga dilakukan kelompok ini. Pipa-pipa, dan atap baja kapal, mereka tutup. Dengan cara itulah "kesan penumpang seolah berada di dalam kapal akan hilang," ujar Srihadi. Suasana nyaman seperti itu tentu tidak bakal ditemui di kamar-kamar kapal bekas yang pernah akan dibeli dua buah dari Jepang, menyusul pembelian Tampomas II. Tapi rencana itu tenggelam bersama karamnya Tampomas II. Tinggal soalnya bagaimana merawat benda-benda cantik di Kerinci -- mengingat, di Indonesia, merawat lebih sulit ketimbang membeli.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus