Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Soal Tagihan Utang Jusuf Hamka, Mahfud Md: Kemenkeu Wajib Membayarnya

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md minta Kementerian Keuangan membayar utang negara ke perusahaan Jusuf Hamka

14 Desember 2023 | 18.50 WIB

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD (kanan) bersama Pengusaha Jusuf Hamka (kiri) memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa, 13 Juni 2023. Pertemuan tersebut dalam rangka membahas polemik utang pemerintah yang belum dibayarkan sebesar Rp179 miliar kepada perusahaan milik Jusuf Hamka yaitu PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP). ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Perbesar
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD (kanan) bersama Pengusaha Jusuf Hamka (kiri) memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa, 13 Juni 2023. Pertemuan tersebut dalam rangka membahas polemik utang pemerintah yang belum dibayarkan sebesar Rp179 miliar kepada perusahaan milik Jusuf Hamka yaitu PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud Md meminta Kementerian Keuangan segera membayar utang negara ke perusahaan Jusuf Hamka yang disebut sudah mencapai Rp 800 miliar. Hal itu diungkap setelah Jusuf Hamka menghadiri mediasi dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan di Kantor Kemenko Polhukam, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

"Saya sudah katakan Kemekenkeu wajib membayar, jumlahnya dibicarakan lagi dan tentu namanya dibicarakan kedua pihak bisa mengajukan usul," ujar Mahfud di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, pada Kamis, 14 Desember 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mahfud mengatakan dia sudah memutuskan bahwa hutang wajib dibayar. Karena jika, utang tidak dibayar bunganya bertambah terus. "Sesuai dengan keputusan pengadilan dan negara dirugikan, kalau negara dirugikan secara sengaja itu artinya tersendiri secara hukum," ucap Mahfud. 

Awal mula Jusuf Hamka menagih utang ke perintah berhubungan dengan deposito perusahaannya yakni CMNP di Bank Yakin Makmur atau Bank Yama sebesar Rp 78 miliar. Jusuf Hamka menyatakan bahwa utang tersebut belum dibayar oleh pemerintah sejak likuidasi yang terjadi pada krisis moneter tahun 1998.

Seperti diketahui, pada masa krisis keuangan tahun 1997-1998, sektor perbankan mengalami kesulitan likuiditas yang menyebabkan beberapa bank mengalami kebangkrutan. Pemerintah kemudian mengeluarkan program Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang bertujuan untuk membantu bank-bank tersebut agar dapat membayar kepada para nasabah deposito.

Pada saat itu, CMNP memiliki deposito di Bank Yakin Makmur (Bank Yama). Namun setelah 25 tahun berlalu, perusahaan tersebut tidak kunjung menerima ganti rugi atas deposito yang dimilikinya. Pemerintah berdalih CMNP terafiliasi dengan pemilik Bank Yama, yakni Siti Hardijanti Hastuti Soeharto atau yang dikenal dengan nama Tutut Soeharto.

Kemenkeu Buka Suara

Sementara, Juru Bicara Menteri Keuangan Sri Mulyani, Yustinus Prastowo sempat menjelaskan mengenai ramainya bos jalan tol Jusuf Hamka yang menagih utang ke pemerintah. “Kami maklum banyak yang masih bingung dengan fakta, kepemilikan perusahaan bisa berganti. Hubungan individu dengan perusahaan juga bisa berubah. Nama Jusuf Hamka menjadi sentral, padahal seharusnya Ibu SHR (Siti Hardijanti Hastuti Soeharto / Tutut Soeharto),” cuit Prastowo lewat akun @prastow, pagi tadi, Rabu, 14 Juni 2023. 

Maka, dia melanjutkan, sejak awal pihaknya menghindari penyebutan nama Jusuf Hamka. Alasannya, karena saat kejadian penempatan deposito dan pemberian kredit, yang berkontrak adalah korporasi dan pemilik/ pengurus saat itu yang bertanggung jawab. 

“Dokumen-dokumen yang dimiliki BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan Kemenkeu membuktikan itu,” kata Prastowo. 

PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), Prastowo berujar, pada waktu itu komisaris utamanya Tutut Soeharto yang juga memiliki saham CMNP melalui PT Citra Lamtoro Gung. Selain itu, Tutut Soeharto merupakan pemegang saham pengendali Bank Yama. Dimana ada 3 entitas milik Tutut Soeharto yang mempunyai utang ke sindikasi bank. 

Bank sindikasi ini, menurut dia, mendapat kucuran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan masuk BPPN. Bank Yama juga menerima BLBI, menjadi pasien BPPN dan menjadi Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU). Adapun Tutut Soeharto sebagai penanggung jawab Bank Yama menyelesaikan kewajiban dan dinyatakan selesai setelah memperoleh Surat Keterangan Lunas pada 2003. 

Berdasarkan data resmi di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Prastowo menambahkan, Tutut Soeharto adalah komisaris utama atau direktur utama PT CMNP, pada periode 1987-1999. “Persis saat pemerintah mengucurkan BLBI. Ibu Tutut juga komisaris utama dan pengendali Bank Yama, sesuai penyelesaian kewajiban di BPPN,” ujar Prastowo. 

Kemudian, kata Prastowo, keterlibatan keluarga Tutut Soeharto berlanjut, diteruskan ke anaknya Danty Indriastuty P sebagai komisaris di PT CMNP, sejak 2001. Pada waktu itu diketahui ada tiga entitas milik Tutut Soeharto (bukan CMNP) memiliki utang pada bank-bank yang disehatkan BPPN. “Ini yang ditagih hingga kini.” 

Lalu, Prastowo berujar, sengketa dimulai. BPPN tidak mau membayar deposito PT CMNP karena berpendapat ada afiliasi atau keterkaitan, yaitu Tutut Soeharto sebagai direktur utama PT CMNP sekaligus komisaris utama Bank Yama (yang dimiliki 26 persen), sehingga tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 179 Tahun 2000 tentang Penjaminan. 

Sehingga, atas hal tersebut, kata Prastowo, PT CMNP mengajukan gugatan yang dimenangkan oleh pengadilan, hingga Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung pada 2010. Pertimbangan hakim saat itu, meski bukti-bukti sesuai hukum, tapi keputusan BPPN dianggap merugikan pemegang saham mayoritas (selain Tutut Soeharto). “Demikian duduk perkara sengketa,” ucapnya. 

Dia pun mengunggah salinan Putusan Mahkamah Agung itu. Di mana negara yang telah mengucurkan dana untuk menyelamatkan perbankan dan perekonomian, tidak punya kontrak dengan pihak tersebut. Justru dihukum untuk membayar deposito dan giro, ditambah dengan denda. “Tentu kita hormati putusan pengadilan,” tutur dia. 

Sedang terhadap tagih negara ke tiga entitas yang berafiliasi dengan Tutut Soeharto, pemerintah terus melakukan upaya penagihan. “Akselerasi terjadi sejak dibentuk Satgas BLBI, yang dikomandoi Pak Mahfud Md. Semoga dapat dituntaskan di era Presiden Jokowi ini,” ujar Prastowo.



M. Khory Alfarizi

Alumnus Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Bergabung di Tempo pada 2018 setelah mengikuti Kursus Jurnalis Intensif di Tempo Institute. Meliput berbagai isu, mulai dari teknologi, sains, olahraga, politik hingga ekonomi. Kini fokus pada isu hukum dan kriminalitas.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus