Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Hasil sigi Inventure pada September 2024 menunjukkan adanya 14 persen kelas menengah pernah bermain judi online selama enam bulan terakhir, sedangkan 86 persen tidak. Judi online itu meliputi slot online, domino QQ, poker online, casino online, togel online, sabung ayam online, taruhan olahraga (sports betting), dan sejenisnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Dampak yang dihasilkan oleh judi online tidaklah main-main,” kata Managing Partner Inventure Yuswohady dalam konferensi pers secara daring soal Indonesia Industry Outlook 2025 bertajuk tema Indonesia Market Outlook 2025: Kelas Menengah Hancur, Masihkah Bisnis Mantul? Pada Selasa, 22 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dari 14 persen ini, sebanyak 69 persen mengurangi pengeluaran untuk bermain judi online itu. Kemudian, dari jenis pengeluaran yang dikurang itu, sebanyak 79 persen memangkas pembelian rokok, ada 72 persen mengurangi uang makan, dan 72 persen uang untuk liburan.
“Ini adalah ancaman serius bagi kestabilan finansial keluarga,” kata dia.
Kemudian, ada 38 persen pemain judi online mengurangi pengeluaran untuk cicilan kendaraan, ada 21 persen mengurangi biaya sewa rumah, dan sebanyak 18 persen mengurangi biaya pendidikan.
Hasil survei serupa juga menunjukkan adanya 49 persen kelas menegah yang mengalami penurunan daya beli, sedangkan 51 persen mengatakan tidak merasa menurun daya belinya. Dari 49 persen itu, sebanyak 85 persen mengatakan mereka menurunkan daya beli karena kenaikan harga kebutuhan pokok seperti makanan, energi, dan transportasi.
“Ini nyaris setengahnya, mereka berasal dari aspiring middle class (kelas menegah bawah),” kata Yuswohady.
Kelompok 49 persen ini, sebanyak 85 persen menurunkan daya beli karena kenaikan harga kebutuhan pokok, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan sebanyak 52 persen, dan pendapatan yang stagnan 45 persen.
Sementara itu, dari responden yang mengaku menurunkan daya beli ini, mereka juga menyebutkan telah memangkas pengeluaran rumah tangga. Hasilnya, pengeluaran untuk membership atau langganan (Netflix, Spotify, gym, dll), renovasi rumah, dan produk skincare premium.
Namun, kelompok ini juga mengaku hanya memangkas sebagain kecil pengeluaran mereka untuk membeli barang fesyen baru (baju, Sepatu, tas, dll), makan di luar (restoran, kafe, dll), dan biaya pendidikan non-formal (kursus, privat, kelas yoga, dll).
“Makan enak itu tidak dipangkas. Ini menunjukkan di Indonesia budaya kelas menegah, nongkrong menjadi penting,” kata dia.
Survei ini melibatkan 450 responden yang berasal dari lima kota besar di Indonesia yang meliputi Jabodetabek, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. Responden ini juga berasal dari kelas menengah milenial dan Gen Z dengan metode survei wawancara langsung pada September 2024.
Dari sisi pengeluarannya, sebanyak 79 persen responden berasal dari middle class-A2 dengan pengeluaran rumah tangga sebesar Rp 2,1-9,6 juta, sebanyak 14 persen responden dari aspiring middle class-B dengan pengeluaran rumah tangga sebesar Rp 900 ribu-2,1 juta, dan sebesar 7 persen responden berasal dari upper middle class-A1 dengan pengeluran di atas Rp 9,6 juta.