Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Arrival fallacy sebutan dalam Bahasa Inggris untuk menggambarkan tujuan yang tercapai setelah bekerja keras tanpa terasa bahagia. Misalnya, menganggap kebahagiaan sesungguhnya ketika mencapai tujuan tertentu saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Penulis di bidang psikologi positif Tal Ben-Shahar dalam bukunya Happier, arrival fallacy umumnya hanya memiliki pemikiran ke depan. Pola pikir semata hanya mencapai tujuan kebahagiaan. Mengalami arrival fallacy cukup umum. Mungkin sulit mengatasi ketika diri tertekan atau stres setelah mencapai tujuan yang telah lama dinanti.
Apa itu arrival fallacy?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mengutip Psych Central, arrival fallacy ketika menyesuaikan diri dengan tujuan, namun tak memuaskan seperti yang diharapkan. Arrival fallacy biasanya hanya memiliki pemikiran ke depan dan pola pikir berorientasi tujuan.
Mengutip Verywell Mind, istilah arrival fallacy diusulkan oleh Tal Ben-Shahar. Ben-Shahar merumuskan arrival fallacy sebagai ilusi populer dalam mencapai tujuan tertentu akan mengarah kebahagiaan. Ia mengatakan, arrival fallacy telah dialami selebritas dan orang-orang sukses lainnya. Problemnya ketika mencapai tujuan popularitas mengalami tekanan mental, bahkan penyalahgunaan zat terlarang.
Ben-Shahar mengatakan, orang mengalami arrival fallacy bisa saja tak bahagia mencapai tujuan, kemudian memulihkan kesedihan. Ketika menemukan kesuksesan tak memperbaiki ketakbahagiaan bukan hanya kecewa. Tapi, juga menimbulkan perasaan putus asa dan depresi.
Penyebab arrival fallacy
Belum ada banyak penelitian tentang arrival fallacy dan penyebabnya. Tapi ada banyak penelitian tentang hal yang membuat orang bahagia. Faktor yang membawa kebahagiaan memiliki hubungan bermakna dan belajar berfokus hal yang menjadi prioritas.
Kesuksesan eksternal seperti uang, peningkatan jenjang karier, dan status sosial. Namun, menurut penelitian, kesuksesan eksternal tak sepenuhnya membawa kebahagiaan. Setidaknya bukan kebahagiaan jangka panjang.
Mengutip dari laporan penelitian Harvard, Here's Some Advice from The Longest-running Study on Happiness berbagai faktor yang membawa kebahagiaan seperti hubungan yang bermakna dan belajar. Namun, anak-anak zaman sekarang pun masih diberi pandangan pencapaian dan kesuksesan pribadi adalah kunci kebahagiaan. Laporan penelitian menghimpun pandangan generasi selama 75 tahun tentang hal yang membuat orang bahagia.
Kebahagiaan sejati berasal di beberapa hal dasar. Pertama, orang yang paling bahagia mampu melepaskan semua gangguan kecil dan ketaknyamanan hidup. Kebahagiaan berfokus terhadap berbagai hal sederhana yang membuat bahagia. Kualitas ini ditekankan seperti merawat orang lain atau bersikap adil.
Kedua, memiliki hubungan yang hangat dengan orang lain membawa lebih banyak kebahagiaan. Melepaskan orang-orang yang membawa hal negatif ke dalam hidup juga penting untuk kebahagiaan.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.