Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Bagi Anda yang hobi membaca, Herjunot Ali merekomendasikan empat novel yang layak dibaca dan dikoleksi generasi muda. Novel-novel ini berasal dari berbagai zaman, dari zaman sebelum kemerdekaan hingga saat ini. Kebetulan, keempatnya telah diangkat ke layar lebar. Apa saja?
Baca juga: Hingga 2021, Belasan Novel Risa Saraswati Akan Difilmkan
1. Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (Hamka, 1938)
“Inilah buku yang menyadarkan saya bahwa Indonesia punya banyak koleksi pustaka yang bagus dan layak dibaca,” kata Herjunot Ali, mengulas.
Kisah ini kali pertama ditulis Hamka dalam format cerita bersambung untuk majalah yang dipimpinnya pada 1938. Lewat kisah Hayati-Zainuddin, ia mengkritik sejumlah tradisi yang berlaku di tengah masyarakat saat itu, khususnya kawin paksa. Pada 2013, film ini diangkat ke layar lebar dan memuncaki daftar film Indonesia terlaris dengan 1,7 juta penonton. Bersamaan dengan kesuksesan itu, ujaran “Hayati lelah, Bang” populer.
2. Boemi Manusia (Pramoedya Ananta Toer, 1980)
Pramoedya Ananta Toer salah satu penulis legendaris. Dalam pandangan Herjunot Ali, salah satu kelebihan Pram adalah caranya bertutur dan membangun setiap tokoh. Pram telah banyak melahirkan novel fenomenal namun Boemi Manusia berikut karakter Minke yang sangat ikonis kadung melekat di benak masyarakat termasuk Junot.
3. Antologi Rasa (Ika Natassa, 2011)
Dari rahim pemikirannya, Ika merilis banyak novel keren. Critical Eleven salah satu yang sukses diangkat ke layar lebar dan ditonton 900 ribu orang lebih. Ia juga menulis The Architecture of Love dan Antologi Rasa.
“Tema cinta segi tiga yang diusung Antologi Rasa terasa klasik. Namun kedalaman hubungan Haris, Keara, dan Ruly sukses mempermainkan emosi pembaca. Saya larut dalam kisah mereka dan berharap bisa mengirim perasaan yang sama kepada penonton yang telah membaca novelnya,” kata Junot di Jakarta, pekan lalu.
4. Seri Supernova (Dewi Lestari, 2001-2016)
Novel fenomenal yang akan terus dibaca dan dibicarakan sampai kapan pun. Demikian Junot menggambarkan seri Supernova karya Dewi Lestari. “Seri Supernova yang terdiri Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh, Akar, Petir, Partikel, Gelombang, serta Intelegensi Embun Pagi layak disebut mahakarya. Dewi menciptakan dunia dengan detail penokohan dan problem yang bikin saya terkagum-kagum. Sebagai penulis ia cerdas. Risetnya sukses melahirkan cerita yang meyakinkan,” ujar Herjunot Ali.
Baca juga: Novel Laris Antalogi Rasa Difilmkan, Tayang Pas Valentine
TABLOID BINTANG
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini