Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Saat mendengar dongeng, imajinasi anak berkembang seolah dirinya yang mengalami sehingga ikut sedih ketika si tokoh sedang bersedih dan ikut senang ketika tokohnya bergembira. Hal ini menjadi pelajaran bagi anak untuk mengatasi emosi agar tidak berlarut-larut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Anak-anak zaman dulu pasti ingat betapa senangnya setiap kali ayah atau ibu membacakan cerita sebelum tidur atau bermain dengan teman-teman memerankan tokoh dalam dongeng sepulang sekolah. Kebahagiaan ini akan dikenang anak sepanjang hidup. Dari dongeng, ada banyak manfaat yang bisa diambil, seperti meningkatkan keterampilan bicara anak, karena bayi atau balita akan mengenal banyak kosa kata dan mengembangkan kemampuan berbahasa anak dengan mendengarkan struktur kalimat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Manfaat lain adalah meningkatkan minat baca, mengembangkan keterampilan berpikir, meningkatkan keterampilan memecahkan masalah, sebuah pola pikir yang membawa seseorang berpikir positif untuk mencari jalan keluar dari permasalahan, merangsang imajinasi dan kreativitas, serta mengembangkan emosi, memperkenalkan nilai-nilai moral dan ide-ide baru.
Hampir semua ahli pengasuhan menyarankan dongeng sebagai salah satu sarana pengasuhan. Banyak penelitian yang telah membuktikan manfaat dongeng bagi perkembangan psikologis putra-putri suatu bangsa.
Pemerhati anak Indonesia, Seto Mulyadi, mengatakan presiden ketiga RI, BJ Habibie, merupakan presiden pertama yang mau mendongeng untuk anak-anak. Saat Hari Anak Indonesia di halaman Istana Merdeka, kenang Seto, Habibie duduk bersama anak-anak dan menciptakan suasana santai serta mendongeng di hadapan anak-anak.
"Dengan anak-anak, beliau sangat dekat dan senang bernyanyi dan mendongeng serta perhatian untuk Hari Anak Indonesia sangat tinggi," ujarnya.
Namun, anak-anak dewasa ini, menurut pedongeng asal Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Antonia Humiliata Tukan, seperti telah dilanda krisis moral karena tak ada lagi kebiasaan mendongeng sebagai sarana berijimanasi saat sebelum tidur.
Ilustrasi orang tua mendongeng. momjunction.com
"Anak-anak dewasa ini lebih sering diperdengarkan lagu-lagu untuk orang dewasa dan terkesan dipaksa untuk menyanyi lagu-lagu bertema cinta, seperti dalam beberapa lomba yang diselenggarakan sejumlah stasiun televisi. Padahal, ini tidak sehat untuk mereka," katanya.
Mahasiswa Program Studi Pendidikan dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta itu juga menambahkan bahwa krisisnya ruang kreativitas anak-anak dapat merampas hak anak-anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan usia mereka sehingga dapat mengancam moral anak-anak.
"Saya prihatin dengan fenomena ini. Ini bukan hanya menjadi tanggung jawab orangtua, tapi tanggung jawab kita semua demi masa depan yang lebih baik," ujarnya.
Ia berharap lebih banyak lagi orang muda yang berani untuk berkolaborasi dalam karya yang bermanfaat bagi anak-anak, sebab anak-anak adalah aset masa depan bangsa yang perlu dijaga. Pengalaman membaca dongeng bersama akan menjadi tanda bagi anak bahwa mereka disayangi dan diperhatikan oleh orang tua sehingga tidak terdegradasi moralnya di tengah pesatnya teknologi komunikasi yang serbacanggih.