Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Neuropati diabetik merupakan gangguan saraf yang disebabkan oleh penyakit diabetes. Rasa kebas dan kesemutan yang menjadi gejalanya kerap tidak disadari sejak awal, bahkan menganggap indikasi ini biasa terjadi pada tubuh. Meremehkan gejala tadi tak jarang mengakibatkan kekeliruan dalam mengidentifikasi gangguan kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dokter konsultan endokrinologi, metabolik, dan diabetes, Tri Juli Edi Tarigan mengatakan, neuropati adalah kondisi gangguan saraf tepi dengan keluhan tertentu. "Penyebabnya bisa beragam, tetapi yang paling banyak karena kadar gula tinggi atau neuropati diabetik," kata Tri Juli dalam webinar Jakarta Diabetes Meeting 2021 bersama Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Jakarta dan P&G Health Indonesia dengan tema "Diabetisi Fit di Era Pandemi".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Selain kebas dan kesemutan, gejala neuropati diabetik lainnya adalah mati rasa, nyeri, rasa tebal, rasa berpasir, sensasi dingin, panas, hingga terbakar. Yang paling berbahaya, menurut Tri Juli, hilangnya sensitivitas proteksi, sehingga tidak bisa terasa ketika terluka. "Ini bisa mengakibatkan luka atau cedera yang dapat berujung pada amputasi," ujarnya.Dokter konsultan endokrinologi, metabolik, dan diabetes, Tri Juli Edi Tarigan. Dok. P&G Health
Gejala awal kebas dan kesemutan, Tri Juli melanjutkan, tak boleh diabaikan. Apabila terasa berulang, segera periksa ke dokter karena bisa jadi Anda tidak menyadari telah mengidap diabetes dan sudah mengalami komplikasi. "Deteksi dini akan membantu pasien mendapatkan penanganan sejak awal, sebelum terjadi kerusakan saraf yang semakin parah," katanya.
Salah satu cara mengurangi gejala neuropati adalah dengan melakukan latihan fisik atau berolahraga, serta mengkonsumsi vitamin untuk saraf jika perlu. "P&G Health melalui Neurobion menginisiasi kampanye #Anti2K atau Anti Kebas dan Kesemutan melalui media sosial," kata Yoska Yasahardja, Medical and Technical Affairs Manager P&G Health Indonesia. "Kami berharap masyarakat lebih memahami gejala ini, tidak lagi meremehkan kebas atau kesemutan yang berulang, dan tergerak untuk menerapkan gaya hidup yang lebih sehat dan aktif."
Data International Diabetes Federation (IDF) Atlas 2021 menunjukkan Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan penderita diabetes terbanyak di dunia. Jumlah pasien diabetes mencapai 19,5 juta orang dan diperkirakan terus meningkat hingga 28,6 juta orang pada 2045.
Dari angka tersebut, hampir satu dari lima pengidap diabetes menderita neuropati diabetik yang merupakan komplikasi diabetes paling umum dan berdampak signifikan pada pasien. Neuropati diabetik kerap mengalami infeksi berulang, ulkus atau luka yang tidak kunjung sembuh hingga amputasi jari dan kaki, sampai terjadi kaki diabetes atau diabetic foot ulcer.
Baca juga:
Aneka Manfaat Jalan Kaki: Mencegah Diabetes hingga Perbaiki Penglihatan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.