Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kesehatan

Cara Turunkan Kasus Kanker Serviks Menurut Pakar

Pakar mengatakan ada tiga poin penting yang menjadi kunci untuk menurunkan kasus kanker serviks, yaitu pola hidup sehat, vaksinasi, dan skrining.

19 Mei 2022 | 20.44 WIB

Ilustrasi Kanker Serviks. Cancerbox.org
Perbesar
Ilustrasi Kanker Serviks. Cancerbox.org

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kanker serviks menjadi salah satu penyakit yang dapat menyerang perempuan dari berbagai jenjang usia dan menempati peringkat kedua sebagai jenis kanker yang paling banyak diderita perempuan Indonesia. Koordinator Substansi Penyakit Kanker dan Kelainan Darah Ditjen P2P Kemenkes, dr. Aldrin Neilwan Pancaputra, mengatakan setidaknya ada tiga poin penting yang menjadi kunci untuk menurunkan kasus kanker serviks, yaitu pola hidup sehat, vaksinasi, dan skrining secara berkala.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Pola hidup sehat mencakup banyak hal, termasuk menghindari seks berisiko dengan tidak berganti-ganti pasangan. Kemudian, lakukan vaksinasi untuk mencegah infeksi virus human papilloma (HPV) sedini mungkin serta skrining untuk mendeteksi lesi prakanker serviks atau sel-sel prakanker serviks.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Semua itu hanya memberi makna kalau dari semua pihak mau melaksanakan dengan baik–baik, itu pemberi layanan, pemegang kebijakan, maupun pelaksananya, serta dibarengi dengan kepedulian masyarakat sehingga hal itu baru bisa tercapai,” kata Aldrin.

Dua kunci terakhir, yaitu vaksinasi dan skrining, tengah didorong oleh pemerintah. Kemenkes telah memasukkan vaksin HPV sebagai vaksin wajib dalam program imunisasi nasional, menargetkan siswa perempuan kelas 5 dan 6 SD/sederajat. Selain itu, Kemenkes menargetkan pada 2022 untuk memperluas vaksinasi HPV di delapan provinsi yang masuk dalam "Roadmap Pengendalian Kanker Indonesia 2022-2040".

Upaya skrining juga telah masuk dalam roadmap tersebut dengan menargetkan cakupan skrining untuk deteksi dini kanker payudara dan leher rahim (serviks) sebesar 50 persen pada 2022.

“Kalau kita melakukan deteksi dini secara berkala, itu suatu upaya dalam menurunkan kasus kanker, dalam hal ini kanker serviks. Tentunya kita akan mencari sedini mungkin bila ada lesi prakanker sehingga bisa intervensi di awal dan tidak berkembang menjadi kanker,” jelas Aldrin.

Meski termasuk jenis kanker yang mematikan, Aldrin mengatakan kanker serviks dapat dicegah sedini mungkin dengan beberapa cara, termasuk skrining secara berkala dan kemudian jika hasilnya positif dapat segera ditindaklanjuti.

“Leher rahim ini jenis kanker yang paling mungkin baik untuk diobati jika ditemukan pada stadium yang dini. Artinya, kita masih bisa menemukan lesi prakanker yang bisa kita intervensi,” jelasnya.

Namun, di sisi lain berdasarkan data yang ia himpun, sekitar lebih dari 70 persen kasus kanker terdiagnosis pada stadium lanjut. Hal tersebut tentu sangat berdampak terhadap prognosis.Untuk menekan kasus kanker serviks, dokter dari Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI), Prof. Dr. dr. Andrijono, SP.OG(K)-Onk, menjelaskan Federasi Internasional Ginekologi dan Obstetri (FIGO) mendorong peningkatan vaksinasi HPV dan skrining menggunakan tes sensitivitas tinggi.

Vaksinasi HPV telah masuk dalam program nasional. Sementara untuk metode skrining, Indonesia umum menggunakan tes pap smear dan belum lama ini tes inspeksi visual asam asetat (IVA) juga didorong. Ia menyebutkan tingkat sensitivitas pada tes pap smear hanya 55,4 persen, lebih rendah dibanding tes IVA yang memiliki tingkat sensitivitas sekitar 69-88 persen.

Metode skrining lain yang patut diperhitungkan yaitu tes DNA-HPV yang tingkat sensitivasnya mencapai 94,6 persen. Merujuk pada FIGO, Andrijono mendorong Indonesia memiliki program skrining gabungan menggunakan IVA dan DNA-HPV sehingga deteksi dini kanker serviks dapat lebih akurat.

“DNA-HPV untuk mendeteksi adanya infeksi HPV. IVA untuk mendeteksi adanya lesi prakanker. Itu yang kami harapkan, dengan deteksi ini maka akan mempunyai sensitivitas yang sangat tinggi,” ujar Ketua Dewan Penasihat HOGI itu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus