Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejak 2 November 2023, salah satu serial garapan Netflix Indonesia yang bertajuk Gadis Kretek sudah tayang. Serial dengan 5 episode ini menceritakan tentang Dasiyah (Dian Sastro) yang menginginkan kebebasan dan memiliki keahlian sebagai peracik saus rokok kretek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu, ia pun terjebak dalam kisah cinta yang memiliki keterkaitan dengan peristiwa besar dalam sejarah Indonesia. Berlatar belakang pada 1960-an, Dasiyah mencuri perhatian penonton karena selalu menggunakan kebaya janggan berwarna monokrom setiap hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebaya janggan pertama kali hadir ketika Perang Diponegoro berakhir pada 1830-an. Saat itu, kebaya ini diadopsi dari model seragam militer Eropa yang memiliki kerah tinggi dan tidak tertutup. Janggan berasal dari kata jangga yang berarti leher dan mirip dengan surjan, jas laki-laki jawa. Kebaya janggan biasanya berwarna hitam yang melambangkan kesederhanaan. Ketegasan, dan kedalaman.
Tak hanya Dasiyah dalam Gadis Kretek, kebaya janggan juga dikenakan pahlawan Indonesia, Nyi Ageng Serang. Selama hidupnya, Nyi Ageng Serang kerap ditampilkan menggunakan kebaya janggan berwarna hitam dan aksesoris pada bagian atas kebayanya.
Profil Nyi Ageng Serang
Nyi Ageng Serang atau Raden Ajeng Kustiah Retno Adi lahir pada 1752 di Purwodadi, Jawa Tengah. Ia adalah putri dari [Pangeran Notoprojo yang dikenal sebagai Panembahan Serang. Kemudian, ayahnya juga menjadi salah satu Panglima Perang Sultan Hamengku Buwono I.
Dikutip dari Kepustakaan Kongres Wanita Indonesia, selama hidupnya, Nyi Ageng Serang memiliki pandangan tajam ke depan untuk mengusir para penjajah. Ia ingin para pemuda terlatih untuk menghadapi segala peperangan untuk memerdekakan Indonesia.
Nyi Ageng Serang memulai perjuangannya sebagai pahlawan wanita ketika ayahnya gugur karena menolak perjanjian Giyanti pada 1755. Saat itu,ia dipercaya untuk menjadi seorang pemimpin. Sayangnya, pasukan yang dipimpinnya untuk memerangi para penjajah harus mengalami kekalahan. Nyi Ageng Serang juga tertangkap dan dibawa ke Yogyakarta.
Ketika kembali ke Serang, ia menikah dengan Pangeran Kusumawijaya. Ia bersama suaminya setuju untuk menyatukan kekuatan bersama Pangeran Diponegoro dalam peperangan. Namun, pada medan pertempuran, ia harus kehilangan suami tercintanya. Beratnya cobaan yang dihadapi oleh Nyi Ageng Serang tidak membuatnya putus semangat. Ia tetap memilih untuk melawan para penjajah.
Saat berusia 73 tahun, Nyi Ageng Serang tetap aktif dalam perjuangan melawan penjajah. Ia melatih cucunya, Raden Mas Papak untuk mempelajari keterampilan dan taktik keprajuritan. Kemudian, Nyi Ageng Serang diangkat menjadi penasihat oleh Pangeran Diponegoro untuk memberi petunjuk dan siasat untuk memporak-porandakan pasukan Belanda dalam Perang Diponegoro. Kemudian, saat berusia 76 tahun, Nyi Ageng Serang wafat dan dimakamkan di Desa Beku, Kabupaten Kulo Progo, Yogyakarta.
GEZITA INOVA RUSYDA | RACHEL FARAHDIBA R