Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Guru Atau Sokoguru Dengan Derita?

Nasib guru yang bergaji kecil & terlambat menerima gajinya & pemotongan-pemotongan yang tidak jelas selalu terjadi dimana-mana. Yang mencoba protes, terancam mutasi, tapi masih ada yang senang jadi guru. (sd)

2 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RATUSAN guru dan pelajar berkumpul di stadion Sulaiman Abdullah Tanjungpinang, pagi hari 2 Mei yang lalu. Bupati Kepulauan Riau selaku Inspektur Upacara sedang membacakan amanat tertulis Menteri P&K berkenaan dengan Hari Pendidikan Nasional. Di emper-emper toko sementara itu tampak beberapa guru SD yang lain, melakukan "pemberontakan" dengan cara ngelayap ke sana ke mari. "Ah lagi malas, habis awak disuruh dengar pidato terus, tapi kepala pusing, gaji belum terima!" kata mereka. Sejak pengurusan masalah personalia guru-guru SD dititipkan pada pemerintah daerah, gaji telat adalah cerita sehari-hari di Riau. Kalau guru-guru SLP dan SLA selalu beres tiap tanggal satu, 1700 lebih guru SD sudah boleh bersyukur kalau menerima tanggal 5. Sebab sering terjadi mundur sampai tanggal 15. seperti terjadi April yang lalu. Tak diketahui apa musababnya, sementara mereka semua berada di depan hidung kantor Dinas P&K di Tanjungpinang. Kalau di pelosok sih bisa dimengerti, barangkali ada tanah longsor atau macan galak, sehingga perhubungan terputus. Dulu kaum guru Riau tidak mengeluh, lantaran masih ada dana SPP-SD yang bisa dipinjam untuk ganjal. Sekarang sudah hapus, sekolah tak punya kas penunjang dapur untuk sementara seperti dulu selalu dilakukan. "Jadi ke mana lagi harus ngutang. Kami merasa dianaktirikan," kata guru-guru yang malang itu. Apa yang lazim disebut uang rapel juga menjadi penderitaan para guru. Meskipun SK sudah satu tahun berjalan, kekurangan gaji sudah biasa tidak segera muncul. Memang adakalanya hanya bertaut beberapa puluh rupiah saja, tapi umumnya setiap pegawai negeri menganggap ketiban rapel sepertl memanjat langit ketujuh. Keterlambatan itu bukannya karena tidak diurus. Malah langsung ditanyakan di kantor Dinas P&K kabupaten. Biasanya kemudian mendapat jawaban: amprahnya sudah dikirim ke kantor keuangan daerah. Sedang di kantor ini petugasnya akan cepat mengatakan belum. "Jadi kita sering jadi bola," kata guru-guru itu dengan muka meringis. Pejabat-pejabat keuangan pemerintah daerah sering mengemukakan alasan tak ada uang. Lalu kenaikan gaji dan kenaikan pangkat jadi kerja bohong-bohongan. Para guru hanya bisa bersabar, seperti mereka bersabar menghadapi murid-murid yang suka bohong dan bandel. Tetapi muka terpaksa jadi tebal lagi setiap kali menerima rezeki tahunan, karena jumlahnya tak pernah utuh. Selalu ada potongan uang lelah dan komisi petugas yang mencapai 10 sampai 15 prosen. Guru-guru SD di Singkep (Kepulauan Riau) merasa disembelih. Dengan hati geram mereka mengadu ke DPRD dan bupati. "Pak bupati mesti menindak oknum-oknum di kantor keuangan daerah yang selama ini menjadi otak penyembelihan itu," kata seorang kepala SD di Tanjungpinang kepada TEMPO. Bupati Firman Eddy memang baru saja menindak seorang pejabat teras di kantor Dinas P&K karena terbukti menyalahgunakan jabatannya, terlibat korupsi yang meliputi jumlah Rp 13 juta. Protes Amin Nasib guru yang tinggal di pelosok lebih-lebih lagi. Mereka menderita terutama dalam soal kenaikan pangkat. Aziz Isba (47 tahun setelah tujuh tahun mengajar di Kecamatan Lingga, pangkatnya tetap saja CC/II (pangkat lama sebelum impasing 1968). Setelah pindah ke Tanjungpinang atas permintaan sendiri, segera pangkatnya melonjak jadi II/a Untuk pengabdian selama 25 tahun, b masih rendah. Rekan-rekannya yang sudah terlebih dahulu pindah ke kabupaten telah berada dua tingkat di atasnya. "Tak apalah," kata Aziz, "daripada seumur hidup di pulau dan tetap golongan I ! " Ahmad Ripin (52 tahun) yang pernah tercecer di Laut Natuna sejak 1948 berhasil pindah ke Tanjungpinang pada 1972. Akibatnya ia masih sempat mencicipi rasa jadi pegawai golongan II/b. Ini amat penting, terutama jika ia pensiun nanti. Bagi kebanyakan guru, kala pemerintah betul-betul hendak memperhatikan nasib mereka, kenaikan gaji saja tidak cukup. Penyesuaian pangkat berarti pula mengandung perhatian yang lebih gede. "Apakah pemerintah tak bersedia memberi kenaikan otomatis kepada guru yang sudah bekerja sejak 1948 atau setidak-tidaknya sudah 25 tahu dinas, supaya dapat menikmati pangka II/c? " tanya seorang guru. Zainal Anang (55 tahun) sudah jadi guru sejak 1944 di Kepulauan Riau. Baru tiga bulan yang lalu pensiun dengan pangkat II/a. Tetapi karena sudah lebih dari sepuluh kali pindah dari pulau ke pulau, SK pengangkatannya hilang. Ini berakibat pensiunnya belum bisa dibayar. Kini ia hanya mendapat uang tunggu. Tapi tentu tak memadai. Terpaksa pensiunan ini mendayung sampan tambangan di pelantar-pelantar di Tanjungpinang sejak pukul 8 pagi hingga sore. Diminta kesan-kesan, ia segera menjawab: "Untuk apa lagi dikenang-kenang. Pokoknya pemerintah sudah tahu, tiga zaman saya jadi guru, tak pernah jelek, buktinya tak pernah diberhentikan!" Orang tua ini memang pasrah. Ia juga tak sudi mengadu kepada menteri. "Bodoh kalau sampai begitu," ujarnya "kan pak menteri tak harus mengurus soal kecil ke pelosok, untuk apa ada pejabat lainnya di daerah, kalau semua harus ke menteri?" Jadi semua guru SD di Kepulauan Riau berlomba-lomba ingin pindah kc Rlnjurigpinang. Yang ada di Tanjungpinang, semuanya takut dikirim ke pulau. Hanya R.M. Amin (41 tahun) yang bcrkata lain. "Tak usah ke Pulau Abang, Irian Jaya pun boleh," katanya menantang ketika ia dipindahkan dari Tanjungpinang ke Pulau Abang. Tantangan itu karena rasa jengkel. Ia memang tukang protes. Dari soal kelambatan gaji, rapel sampai hak-hak kepegawaian ia protes kalau diselewengkan dari ketentuan yang ada. Jabatan terakhir Amin adalah pejabat sementara Kepala SD di Penyengat, yang dipangku sejak 1976. Tapi dalam pembagian tunjangan jabatan yang berlaku sejak April 1977, ternyata ia tidak mendapat. Alasannya jabatan pejabat sementara Kepala SD, tidak ada SK-nya. Amin naik pitam. Ia datang ke pejabat pendidikan di Tanjungpinang terus ke kantor bupati sambil membawa SK Gubernur Riau dan Keputusan Presiden yang antara lain menyebutkan bahwa yang memangku jabatan sebagai kepala sekolah dapat diberi tunjangan sebagai Kepala SD. Nah, kalau ia tidak diakui sebagai pemangku, ia ingin membatalkan semua ijazah (STTB) SD yang sudah dikeluarkan SD Penyengat dan ditandatanganinya. Termasuk kenaikan para bawahan yang direkomendasikan dengan tanda tangannya. "Saya minta RRI menyiarkan, minta polisi menyita itu Ijazah palsu, " katanya dengan marah. Tapi tak banyak guru SD yang berani bicara seperti Amin. Idrus M. Thahar (36 tahun) guru SD XVI Tanjungpinang merasa betapa berat resiko mempertahankan kebenaran sebagai seorang guru SD. Pada waktu Pemilu 1971, bersama 4 orang kawannya yang lain ia tak mau menandatangani monoloyalitas. Segera ia dapat SK Gubernur yang menon-aktifkannya dari jabatannya. Hidupnya jadi tak karuan. "Bahkan sampai jadi kuli pengaspal jalan pun sudah," kata lelaki yang berusia 36 tahun itu. Untung pada 1974 ada SK Mendagri yang merehabilitirnya. Tetapi ia sudah terlanjur ketakutan. "Saya tak mau kehilangan tongkat dua kali," kata Idrus menunjukkan motto hidupnya setelah kemalangan itu. "Tak mau macam-macam lagi, kalau sampai diberhentikan bagaimana nasib anak isteri saya?" Enak Kok Guru-guru SD Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa barangkali tidak sefaham dengan kepasrahan Idrus. Sudah sejak setahun silam mereka menuntut pembayaran selisih gaji (rapel) mereka yang berjumlah hampir tiga juta. Hanya saja mereka bergerak di dalam kelompok, tidak berani menyebutkan nama perseorangan. Karena rupanya mereka juga tidak berani menanggung risiko terlalu besar, meskipun tetap ada usaha untuk bertanya. Ya sekedar bertanya. Direktur Keuangan Kantor Gubernur Propinsi Sulawesi Utara menjelaskan hahwa uang tersebut telah disalurkan lewat Kepala Dinas P&K Kecamatan Dimembe. Tetapi pejabat itu ternyata sudah diganti. Sedangkan pejabat yang baru ternyata tidak menolong. Guru-guru akhirnya hanya bisa mengeluh ke Kantor Wilayah Departemen P&K. Tetapi yang bersangkutan tak memiliki wewenang yang diharapkan. "Kehabisan kata, kepalan yang bicara," kata beberapa orang guru karena panas. Tetapi kemudian mereka sadar, sebagai pendidik harus kasih contoh bagaimana menyelesaikan perkara dengan akal sehat. Tersebutlah nenek Sigarlaki guru SD Suwaan, Kecamatan Airmadidi di Minahasa. Beberapa bulan lalu ia menerima selisih gaji Rp 20 ribu, dari jumlah Rp 49 ribu yang seharusnya. Ini peristiwa yang umum terjadi hingga diterima sebagai kebiasaan -- sebagai jasa baik atawa biaya pengurusan yang kadangkala langsung dipotong. Ibu Worotitjan, Kepala SD II Airmadidi mencoba menanyakan pungli-pungli tersebut kepada Kepala Dinas P&K Kecamatan. Sebagai hasilnya, ia menerima surat mutasi, walaupun baru setahun bertugas di Airmadidi. Desa Tateli Kecamatan Pineleng (Minahasa) beruntung memiliki seorang guru yang punya suami anggota DPRD Kabupaten Minahasa. Maka datanglah rombongan wakil rakyat itu pada suatu kali, untuk mendengarkan kebenaran perlakuan Kepala Dinas P&K dalam hal pembayaran gaji dan mutasi. Guru-guru segera mendapat ancaman dari yang bersangkutan apabila menemui wakil-wakil rakyat itu. Biasa akan dimutasikan. Untung guru-guru itu masih memiliki keberanian. Mereka tetap mengadu dan berhasil. Masih di Minahasa, lain lagi nasib guru-guru di Kecamatan Motoling. Beberapa bulan lalu kecurangan datang dari sang bendahara yang tak bisa mempertanggungjawabkan ke mana larinya uang sejumlah Rp 3,5 juta. Di Direktorat Keuangan Kantor Gubernur uang gaji itu sudah dibayarkan. Ternyata sang bendahara Dinas P & K itulah biangjnya. Tapi ia cepat-cepat berjanji akan menyelesaikan dengan cara mengundang para guru untuk memetik hasil cengkehnya, bila panen tiba. Guru-guru senang juga tak jadi kehilangan. Tapi waktu panen datang dan mereka muncul, pohon-pohon sudah dipetik oleh orang lain. Tambah lagi bendahara itu sudah diganti, jadi urusan tak bisa lagi lewat P&K. Mutasi = Momok Hampir semua guru kecamatan di Sul-Ut, memiliki penderitaan sama. Mereka dikibulin atau dipungli dengan mudah, karena rata-rata mereka petani. Jadi seusai mengajar ada keterikatan pada tanah, menyebabkan mereka amat ngeri pada kata "mutasi". Mereka terpaksa berani menerima persyaratan apapun, asal jangan dimutasikan. Menurut kamus setempat, mutasi adalah momok. Artinya harus berpisah dengan kebun cengkeh. Ini merupakan senjata ampuh buat mengganyang guru-guru kalau ada perselisihan dengan sementara pejabat Dinas P&K di wilayah-wilayah Kecamatan biasanya sekitar pemotongan gaji. "Kalau mau gaji besar, jangan menjadi guru," kata Zainuddin Nontji (44 tahun), kepala SD Inpres I Pulau Lae-Lae. Ujungpandang. Ia adalah contoh dari guru yang bernasib baik, karena tidak pernah mengalami pemotongan atau keterlambatan gaji. Jadi meskipun jumlah pendapatannya kecil, kegembiraannya mendidik tetap ada. "Menjadi guru memang merupakan hobi dan terpanggil oleh rasa pengabdian," katanya. Syahdan S. guru SD sejak 1958 di Desa Mutiara, Kisaran (Sumatera Utara) juga berkata sama. Ia termasuk golonga IIA dengan pendapatan Rp 50 ribu sebulan. Meskipun uang itu tidak mencukupi untuk hidup dengan isteri da 9 anak, tetapi ia kelihatan tetap bangga sebagai guru. "Banyak yang jadi orang karena saya," katanya dengan bangga dan sungguh-sungguh. Isterinya langsung menambah dengan gembira betapa banyak murid sekolah menangis ketika suaminya pindah mengajar. "Sekarang gaji guru agak lumayan, meskipun belum cukup betul. Kalau kutipan-kutipan liar itu sudah betul habis, sebenarnya jadi guru itu enak kok," kata Rosmaniar, isteri Syahdan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus