Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sate barangkali menjadi salah satu kuliner yang cocok disantap di segala situasi. Baik untuk sarapan, makan siang, maupun makan malam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bila Anda tengah bingung mencari menu santapan makan siang, cobalah mencicipi sate yang tak biasa, yakni sate maranggi. Sate maranggi pertama kali populer di daerah Purwakarta, Jawa Barat. Tentu, ditilik dari asalnya, sate ini merupakan sate bergaya Sunda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga: Ini 5 Sate Kaki Lima Terenak di Jakarta
Sate maranggi spesial lantaran menggunakan daging sapi atau kambing. Bukan daging ayam atau kulit ayam. Sebelum dibakar, sate ini telah melalui proses perendaman alias marinate. Alhasil daging sate maranggi sudah berbumbu sebelum dimasak di atas bara api.
Di Jakarta, cukup banyak ditemukan penjaja sate maranggi. Namun, bila sedang berkeliling di sekitar Jakarta Timur, Anda bisa mampir ke Sate Maranggi Tukang Masak. Kedai sate ini berlokasi di Jalan Raya Bekasi Timur KM 18, Rawamangun, Jakarta Timur.
Daging yang dipakai untuk olahan sate maranggi di kedai tersebut terbuat dari daging sapi pilihan. "Kami menggunakan daging sapi premium," kata Lia Wulan, owner Sate Maranggi Tukang Masak, yang ditemui saat acara Festival Jajanan Bango, Sabtu, 14 April 2018.
Pemilihan kualitas daging menurutnya sangat berpengaruh terhadap rasa dan tekstur. Bila daging yang dipakai ialah yang kualitas kelas dua, rasa sate akan rusak. Artinya, tak segar, juga dagingnya alot.
Soal bumbu, sate yang dimasak di sini pun sudah melalui modifikasi resep. Lia Wulan dan partnernya mengkombinasikan sate maranggi dengan sate daging khas Jakarta yang umumnya tak menggunakan banyak komplemen pendamping. "Kami tidak menggunakan bumbu kacang, hanya kecap," ujar Lia.
Lia menghindari citarasa rasa yang terlalu ramai. Sebab, pada dasarnya, daging untuk sate maranggi sudah dibumbui lebih dulu. "Jadi sudah enak tanpa bumbu kacang," katanya. Kecap pun dibubuhkan hanya sebagai penguat rasa manis.
Adapun sate maranggi di kedainya tak dibakar dengan arang, melainkan pemanggangan modern. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi adanya daging terbakar yang mengandung karsinogen.
Lia menyajikan sate dengan penampakan yang cukup polos. Hanya dibubuhi kecap dan ditambah sedikit potongan tomat. Meski demikian, rasa tiap gigitan daging tak sesederhana tampilannya. Bumbu rempahnya terasa meresap dan sentuhan manis dari kecapnya pun tak berlebihan.
Sate Maranggi Tukang Masak buka setiap pukul 10.00 hingga 22.00 saban hari. Harga per tusuk sate dibanderol Rp 4.300.