Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Jangan Dipaksa, Biarkan Anak Belajar Sains dengan Menyenangkan

Orang tua dapat merangsang keinginan anak mempelajari sains senyaman mungkin dengan memperhatikan hal-hal sederhana di sekitarnya.

14 April 2017 | 12.09 WIB

Ilustrasi anak belajar. Shutterstock
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ilustrasi anak belajar. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Balikpapan - Kedua mata Rizky Nanta sudah memerah. Sesekali bocah kelas V SD Balikpapan Kalimantan Timur ini menguap lebar. Bukan kali ini saja, Rizky harus belajar hingga larut malam guna memahami setiap mata pelajaran sekolahnya. Kedua orang tuanya menginginkan Rizky mampu mendulang prestasi akademis di jenjang sekolahnya kini.

“Persaingan antar anak anak di sekolahnya sangat ketat. Masing masing anak belajar tekun agar memperoleh hasil maksimal di setiap mata pelajaran,” kata Nurhayatie, orang tua Rizky Nanta, Jumat , 14 April 2017.

Nurhayatie mengakui, ia terus memacu minat belajar anaknya sejak masih duduk di bangku taman kanak kanak. Rizky Nanta sejak kecil bahkan sudah dijejali kemampuan baca tulis huruf abjad dan arab. “Saat itu dimaksudkan agar dia langsung bisa mengikuti proses belajar mengajar. Sekolahnya juga mensyaratkan agar anak anak sudah bisa baca tulis di kelas 1,” ujarnya.

Baca: Hasil Riset: Jam Sekolah Sebaiknya Dimulai Pukul 11.00

Praktisi sains Indonesia Abdullah Muzi Marpaung mengakui kompetisi prestasi antar anak-anak sekolah di Indonesia sudah diluar kewajaran. Orang tua menuntut prestasi anak anaknya tanpa mempertimbangkan proses belajar mengajar yang harus dilewati setiap murid.

“Harus kita akui, orang tua hanya menuntut hasil akhir saja. Mereka tidak memberikan kesempatan anak agar menikmati proses belajar mengajar ini,” tutur Dosen Swiss German University ini.

Abdullah beranggapan, orang tua dan guru seharusnya mampu membangun suasana nyaman serta merangsang kreatifitas siswa. Menurutnya, anak-anak sejak dini harus dibiasakan membangun logika berpikirnya dengan berbagai penelitian sains sederhana.

“Mereka harus diberikan tantangan dengan penelitian sains sederhana. Contohnya bagaimana pertumbuhan kecambah dari biji hingga bertumbuh setelah terkena air. Contoh-contoh penelitian sederhana sangat banyak untuk diperkenalkan,” katanya.

Sistem pendidikan seperti ini, kata Abdullah, menciptakan anak anak yang kreatif berpikir dalam menyelesaikan permasalahan dihadapinya. Mereka akan terbiasa mengembangkan logika berpikir guna mengembangkan ilmu pengetahuan yang sedang dipelajarinya.

Abdullah mengatakan, pemerintah punya tugas menyusun kurikulum yang merangsang siswa agar mengembangkan pola pikir kreatifnya. "Dunia pendidikan Indonesia terbilang minim dalam mendorong terlaksananya lomba-lomba karya ilmiah di jenjang pendidikan dasar hingga universitas," katanya.

SG WIBISONO


Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nunuy Nurhayati

Nunuy Nurhayati

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus